TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Israel tidak memiliki niat untuk menduduki Gaza secara permanen atau menggusur penduduk sipilnya. Hal tersebut dia sampaikan melalui rekaman pernyataan pada Rabu malam, 10 Januari 2024, menjelang sidang kasus tuduhan Israel melakukan genosida di Gaza yang diajukan Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ).
“Saya ingin menegaskan beberapa poin dengan jelas. Israel tidak berniat menduduki Gaza secara permanen atau menggusur penduduk sipilnya,” kata dia dalam rekaman yang diunggah di akun X-nya. “Israel memerangi teroris Hamas, bukan penduduk Palestina, dan kami melakukannya dengan sepenuhnya mematuhi hukum internasional.”
Menurut Netanyahu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sedang “melakukan yang terbaik untuk meminimalkan jumlah korban sipil”, sementara dia menuding Hamas “melakukan yang terbaik untuk memaksimalkannya dengan menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia”. Klaim Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia sebelumnya telah dibantah oleh kelompok Palestina tersebut.
Dia mengatakan tujuan Israel adalah untuk “membersihkan Gaza dari teroris Hamas” and membebaskan warga Israel yang menjadi sandera. “Ketika hal ini tercapai, Gaza dapat didemiliterisasi dan dideradikalisasi, sehingga menciptakan kemungkinan masa depan yang lebih baik bagi Israel dan Palestina,” ujarnya.
ICJ akan mengadili kasus perselisihan antara Afrika Selatan dan Israel pada Kamis, 11 Januari dan Jumat, 12 Januari 2024 di Den Haag, Belanda. Afrika Selatan akan menyampaikan argumen mereka pada tanggal 11 dan Israel pada tanggal 12, masing-masing dalam waktu tiga jam atas permintaan tambahan waktu dari Israel. Sebelumnya, kedua pihak mendapatkan waktu dua jam. Prosesnya hanya akan melibatkan presentasi argumen hukum, tanpa keterangan saksi maupun pemeriksaan silang.
Afrika Selatan pada Jumat, 29 Desember 2023 mengajukan permohonan ke ICJ untuk mengeluarkan perintah mendesak yang menyatakan bahwa Israel telah melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida 1948 melalui tindakan lembaga dan pejabat negaranya.
Dalam permohonannya, Afrika Selatan menyatakan “Israel, tepatnya sejak 7 Oktober 2023, telah gagal untuk mencegah genosida dan gagal untuk menindak hasutan secara langsung dan publik untuk melakukan genosida”.
Negara tersebut menyatakan “tindakan dan kelalaian Israel . . . bersifat genosida, karena dilakukan dengan maksud khusus yang diperlukan. . . untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kelompok nasional, ras, dan etnis Palestina yang lebih luas”.
Permohonan tersebut juga mencakup permintaan kepada ICJ untuk menerapkan tindakan sementara atau jangka pendek untuk melindungi hak-hak rakyat Palestina dari pelanggaran lebih lanjut berdasarkan Konvensi Genosida, dan memastikan kepatuhan Israel terhadap kewajibannya di dalam Konvensi.
Husam Zomlot, Duta Besar Misi Palestina untuk Inggris, menyebut permohonan Afrika Selatan sebagai “dakwaan yang kuat atas tindakan dan niat Israel untuk melakukan genosida”. Berbagai negara telah mengeluarkan pernyataan mendukung kasus ini, seperti Malaysia, Turki, Yordania, Maladewa, Venezuela, dan lain-lain.
Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 23 ribu orang di wilayah kantong tersebut sejak 7 Oktober 2023, termasuk sekitar 9.600 anak-anak dan 6.750 perempuan. Hampir dua juta warga atau sekitar 85 persen populasi Jalur Gaza terpaksa mengungsi, menurut data badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk pengungsi Palestina atau UNRWA. Infrastruktur Gaza hancur, dan hampir 600 fasilitas kesehatan turut menjadi target serangan di Gaza dan Tepi Barat sejak 7 Oktober, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Semua mata tertuju pada ICJ,” kata Zomlot dalam pesan yang diunggah di X. “Kami berharap ICJ akan setia pada mandatnya dan menggunakan perannya untuk mengakhiri kekerasan ini dan mengeluarkan perintah kepada Israel untuk menghentikan agresinya.”
NABIILA AZZAHRA A.
Pilihan editor: Helikopter PBB Ditahan Milisi Al Shabaab di Somalia