TEMPO.CO, Jakarta - Pembersihan besar-besaran terhadap jenderal-jenderal Cina mengungkap korupsi yang sudah mengakar. Namun tindakan ini melemahkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), sehingga memerlukan waktu lebih lama untuk memperbaikinya sekaligus memperlambat upaya modernisasi militer Presiden Xi Jinping di tengah ketegangan geopolitik, kata para analis.
Parlemen Cina memecat sembilan perwira militer senior dari badan legislatif nasional pada hari Jumat, 29 Desember 2023, media pemerintah melaporkan. Langkah seperti ini biasanya mendahului hukuman lebih lanjut bagi kader yang tidak patuh. Banyak dari mereka berasal dari Pasukan Roket – cabang utama PLA yang mengawasi rudal taktis dan nuklir.
Pembersihan ini merupakan kemunduran bagi Xi yang telah menghabiskan miliaran dolar untuk membeli dan mengembangkan peralatan sebagai bagian dari upaya modernisasi militer “kelas dunia” pada tahun 2050, dengan anggaran pertahanan Beijing yang sangat besar tumbuh lebih cepat dibandingkan perekonomian selama beberapa tahun.
Namun, jatuhnya para jenderal dan pemasok peralatan militer baru-baru ini telah merusak sebagian dari aura ini, dan menimbulkan pertanyaan mengenai apakah terdapat pengawasan yang memadai atas investasi militer besar-besaran ini ketika Cina bersaing dengan Amerika Serikat di bidang-bidang utama, termasuk ketegangan dengan Taiwan dan Korea, serta di kawasan Laut Cina Selatan.
Sejak mengambil alih kekuasaan pada 2012, Xi telah memulai tindakan keras anti-korupsi secara luas di kalangan pejabat Partai Komunis dan pemerintah, dengan PLA menjadi salah satu target utamanya.
Sembilan jenderal PLA yang dicopot dari badan legislatif berasal dari beberapa divisi militer; tiga orang adalah mantan komandan atau wakil komandan Pasukan Roket PLA; satu adalah mantan panglima Angkatan Udara dan satu lagi adalah komandan Angkatan Laut yang bertanggung jawab atas Laut Cina Selatan. Empat petugas bertanggung jawab atas peralatan.
“Ini adalah tanda yang jelas bahwa mereka sedang disingkirkan,” kata Andrew Scobell, pakar Cina di Institut Perdamaian Amerika Serikat.
Beijing tidak menjelaskan mengapa para jenderal dicopot. Beberapa analis mengatakan bukti-bukti tersebut menunjukkan adanya korupsi dalam pengadaan peralatan oleh Pasukan Roket PLA.
Pembersihan yang berpusat pada Pasukan Roket belum berakhir, kata Alfred Wu, profesor di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew di Singapura.
Wei Fenghe, mantan menteri pertahanan yang pernah memimpin Pasukan Roket, juga menghilang. Ketika ditanya tentang keberadaannya, juru bicara kementerian pertahanan mengatakan pada bulan Agustus bahwa militer tidak menoleransi korupsi.
Penggantinya, Li Shangfu, tiba-tiba dicopot dari jabatan menteri pertahanan pada bulan Oktober tanpa penjelasan setelah juga menghilang selama berbulan-bulan. Dia sebelumnya mengepalai departemen peralatan. Salah satu wakilnya dicopot dari parlemen pada hari Jumat.
Pada hari yang sama, Dong Jun, mantan panglima Angkatan Laut Tiongkok, dengan latar belakang Laut Cina Selatan, ditunjuk sebagai menteri pertahanan.
Para analis mengatakan bahwa meskipun militer Cina telah lama dikenal melakukan korupsi, tingkat tindakan keras terbaru dan keterlibatan Pasukan Roket PLA sangatlah mengejutkan.
“Bagian dari PLA ini akan menjalani proses pemeriksaan yang paling ketat terhadap perwira seniornya, mengingat pentingnya memiliki orang-orang yang sangat dipercaya untuk bertanggung jawab atas senjata nuklir Tiongkok,” kata Dennis Wilder, peneliti senior pada Inisiatif Dialog A.S.-Tiongkok mengenai Masalah Global. di Universitas Georgetown.
"Lagi pula, tampaknya hal ini melibatkan beberapa orang senior."
Para analis mengatakan pembersihan para pemimpin senior militer dapat membuat Pasukan Roket melemah untuk sementara sampai Xi berhasil membereskan keadaan.
“Kekuatan nuklir strategis adalah hal yang diandalkan oleh Cina sebagai landasan keamanan nasionalnya, dan merupakan upaya terakhir dalam kasus Taiwan,” kata Yun Sun, Direktur Program Tiongkok di Stimson Center, sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Washington D.C.
“Perlu waktu bagi Cina untuk membereskan kekacauan ini dan memulihkan kepercayaan terhadap kompetensi dan kepercayaan Pasukan Roket. Artinya, untuk saat ini, Cna berada pada posisi yang lebih lemah.”
Sun menggambarkan kampanye Xi untuk memberantas korupsi militer sebagai tugas "yang tidak akan pernah bisa diselesaikan".
Dalam jangka panjang, para analis memperkirakan masalah kronis korupsi akan terus terjadi di militer Cina karena beberapa akar permasalahan – termasuk rendahnya gaji perwira dan ketidakjelasan dalam pengeluaran militer – belum diatasi.
Chen Daoyin, mantan profesor di Universitas Ilmu Politik dan Hukum Shanghai, mengatakan bahwa tindakan keras yang sedang berlangsung mungkin menghalangi Xi untuk mengambil risiko bentrokan serius dengan militer lain dalam 5-10 tahun ke depan.
“Sebelum menyadari betapa merajalelanya korupsi, dia perlu berpikir militer benar-benar bisa 'bertarung dan memenangkan pertempuran' seperti yang diharapkannya,” kata Chen, yang kini menjadi komentator politik yang berbasis di Chile.
“Tetapi bagaimana hati para jenderal bisa berperang, jika mereka hanya sibuk mengisi kantong mereka sendiri? Xi sekarang tahu bahwa pernyataan kesetiaan mereka kepada partai dan militer tidak ada gunanya. Saya membayangkan ini akan mengurangi kepercayaan dirinya.”
REUTERS
Pilihan Editor Hamas Kutuk Penjualan Amunisi Artileri Berdaya Ledak Tinggi AS kepada Israel