TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Palestina untuk Inggris Husam Zomlot menganggap Inggris biang keladi kekejaman Israel. Ia mengatakan bahwa penindasan Israel di Palestina dimulai bukan terjadi sejak 7 Oktobe 2023 melainkan sudah dimulai 106 tahun lalu.
"Semuanya berawal ketika Inggris menjanjikan tanah kami kepada pihak-pihak lain tanpa berkonsultasi dengan kami dan membuat kami, bangsa Palestina, menjadi minoritas non-Yahudi," kata Zomlot kepada Anadolu, Sabtu, 9 Desember 2023 pada Forum Dunia TRT.
Ia menegaskan bahwa upaya rakyat Palestina untuk mendapatkan kebebasan dan keadilan harus diakui. Masalah-masalah hak asasi manusia, hak-hak nasional, serta aturan hukum dan internasional harus ditangani, ujarnya.
Namun, kata Zomlot, pandangan yang dianut Israel adalah justru penyelesaian secara militer, kekerasan, dan intimidasi terhadap warga sipil. Dia menyebutkan bahwa Israel melancarkan semua kekejaman tersebut dengan menghilangkan harkat rakyat Palestina.
"Kita mungkin sudah dengar. Menteri-menteri Israel menyebut kami "binatang yang menyerupai manusia. Karena orang-orang biasa tidak bisa dibunuh dengan cara itu, harkat mereka harus dihilangkan," kata dia.
Zomlot, yang menarik perhatian banyak kalangan melalui serangkaian pernyataan serta kemunculannya di sejumlah saluran televisi Barat, seperti CNN dan BBC, mengecam upaya Israel dalam menggambarkan diri sebagai korban.
Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Menurut otoritas kesehatan di kantong penduduk Palestina tersebut, serangan Israel itu telah menewaskan sedikitnya 17.700 warga Palestina serta melukai lebih dari 48.780 lainnya.
Sementara itu menurut berbagai data resmi, korban jiwa di pihak Israel akibat serangan Hamas itu tercatat 1.200 orang.
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengatakan bahwa Hamas adalah bagian dari lanskap politik Palestina. "Hamas adalah bagian dari peta politik Palestina, dan jika Israel mengklaim akan melenyapkannya, ini tidak akan terjadi, dan hal ini tak bisa kami terima," kata Shtayyeh dalam sebuah pidato dalam edisi ke-21 Forum Doha di Qatar.
Dia menyerukan penghentian apa yang disebutnya genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. "Otoritas Palestina tak meninggalkan Gaza. Sebaliknya, kami memasok listrik, air, dan peralatan kesehatan, dan kami tak meninggalkan Hamas," kata Shtayyeh.
Hamas memerintah Jalur Gaza sejak 2007, setelah menggulingkan pasukan keamanan Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah, setelah keduanya bertikai.
Dia menegaskan bahwa konflik Gaza memerlukan solusi politik, bukan solusi keamanan. "Israel selalu menginginkan solusi keamanan, dan telah gagal dalam masalah itu. Amerika Serikat juga gagal," kata dia.
"Israel belum mencapai tujuan politik apa pun (di Gaza). Mereka hanya membalas dendam dan membunuh siapa pun yang menghalanginya."
ANADOLU | ANTARA
Pilihan editor: Iran Luncurkan Drone Bawah Air, Mampu Memburu Ranjau Laut selama 24 Jam