TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa atau HAM PBB (OHCHR) di New York, Craig Mokhiber, yang mengundurkan diri baru-baru ini menggambarkan perang Israel di Gaza sebagai “kasus genosida yang paling jelas”.
Ia mengundurkan diri dari jabatannya pada 28 Oktober lalu, mengatakan bahwa PBB telah gagal menghentikan terjadinya genosida di Gaza. Israel telah menewaskan lebih dari 15.500 orang dalam waktu kurang dari dua bulan di wilayah kantong tersebut, menurut otoritas kesehatan di sana.
Pertempuran terbaru antara pasukan Israel dan kelompok militan Hamas meletus pada 7 Oktober 2023 setelah Hamas melancarkan serangan lintas batas yang menewaskan sekitar 1.200 orang. Serangan tersebut dijadikan Israel sebagai dalih untuk membombardir Gaza.
Beberapa pejabat PBB hingga pemimpin dunia menyebutnya sebagai genosida yang sedang terjadi. Mokhiber pun menegaskan pandangan ini dalam sebuah wawancara dengan situs terafiliasi The New Arab yang berbahasa Arab, Al-Araby Al-Jadeed, yang diterbitkan pada hari Ahad, 3 Desember 2023.
“Saya menyadari bahwa istilah ‘genosida’ dipolitisasi dan disalahgunakan dalam beberapa keadaan — jadi sebagai pengacara hak asasi manusia, saya berhati-hati dalam menerapkan istilah tersebut hanya ketika ada kasus prima facie dan buktinya jelas,” katanya.
Mokhiber, seorang pengacara HAM yang telah bekerja di PBB sejak 1992 dan menyaksikan genosida di empat negara, mengatakan apa yang terjadi di Gaza adalah “kasus genosida paling jelas yang pernah saya lihat sepanjang karier saya”.
“Kita menyaksikan genosida di abad ke-21, dan nampaknya PBB sekali lagi tidak mampu menghentikannya,” tutur dia.
Sebagian alasan mengapa Israel telah dengan gambling menyatakan niat untuk melakukan genosida, menurutnya, adalah karena tidak dimintai pertanggungjawaban oleh sekutunya.
Ia menerangkan, ketika mencoba membuktikan niat genosida, perlu ada dokumen dan arsip rahasia pemerintah untuk menemukan indikator niat tersebut. Hal yang menarik dari kasus Gaza dibandingkan kasus lain, kata dia, adalah para pejabat negara yang melakukan genosida telah menyatakan niatnya dengan jelas sehingga dapat dibuktikan tanpa harus menggali arsip.
“Di sini kita mempunyai pernyataan yang jujur dan jelas mengenai niat melakukan genosida oleh para pejabat senior Israel, baik publik maupun pejabat, termasuk presiden, perdana menteri, menteri senior dan pejabat senior militer,” ujarnya.
Setelah serangan Hamas, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingkatkan kepada masyarakat Gaza untuk keluar dari “tempat-tempat basis Hamas” karena militernya akan bertindak di mana pun dengan seluruh kekuatan mereka.
“Saya mengatakan kepada masyarakat Gaza: keluar dari sana sekarang, karena kami akan bertindak di mana pun dengan seluruh kekuatan kami,” katanya dalam pernyataan singkat yang disiarkan televisi.
Menurut Mokhiber, Israel mempunyai rasa impunitas yang kuat karena perlindungan yang mereka dapatkan dari Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa di forum internasional.
Mokhiber memiliki pengalaman menginvestigasi situasi HAM di Palestina sejak 1980-an. Selama kariernya, ia mengatakan telah menyaksikan genosida terhadap kelompok etnis Tutsi di Rwanda, muslim di Bosnia, Yazidi di Irak, dan Rohingya di Myanmar.
Dalam setiap kasus tersebut, katanya, kegagalan PBB untuk mencegah kekejaman massal baru jelas setelah kengerian yang dilalui warga sipil berakhir.
NEW ARAB
Pilihan editor: Israel Perintahkan Warga Keluar dari Gaza Selatan, Lalu Bom Daerah Tujuan Evakuasi