TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi pemberontak telah menguasai sebagian wilayah utara Myanmar, termasuk wilayah yang berbatasan dengan Cina, dengan perlawanan terhadap junta militer mencapai kemenangan paling signifikan sejak kudeta 2021, menurut seorang komandan pemberontak, diplomat, dan analis.
Pertempuran paling sengit terjadi di dekat perbatasan Myanmar dengan Cina di negara bagian Shan utara, tempat tiga kelompok etnis bersenjata yang kuat bersatu untuk memimpin serangan yang telah merebut banyak kota dan pos-pos militer dalam beberapa pekan terakhir.
Presiden Myanmar yang ditunjuk oleh junta militer mengatakan pada Kamis bahwa negaranya berisiko terpecah belah karena kegagalan menangani pemberontakan secara lebih efektif.
Khawatir dengan memburuknya situasi di negara tetangganya, Kementerian Luar Negeri Cina , Jumat, 10 November 2023, mengatakan bahwa Beijing akan menjamin keamanan dan stabilitas di perbatasannya dengan Myanmar dan mendesak semua pihak di sana untuk segera menghentikan pertempuran.
Pejuang anti-junta yang beroperasi dengan “koordinasi yang belum pernah terjadi sebelumnya” telah menyerbu 100 pos militer dan junta akan kehilangan kendali atas penyeberangan perbatasan utama yang menyumbang sekitar 40% perdagangan lintas batas dan sumber pendapatan pajak yang penting, menurut Institut Perdamaian Amerika Serikat kata lembaga think tank.
Sekitar 50.000 orang telah mengungsi di Shan, tempat penembakan artileri dan serangan udara terus berlanjut, dan beberapa di antaranya telah menyeberang ke Cina, kata PBB pada Jumat.
“Ini sangat signifikan,” kata seorang diplomat yang mengetahui serangan yang oleh kelompok oposisi disebut sebagai “Operasi 1027”, sesuai tanggal dimulainya serangan tersebut.
“Ini adalah posisi terlemah Tatmadaw sejak kudeta,” kata diplomat itu, merujuk pada militer Myanmar dan meminta untuk tidak disebutkan namanya. Dua diplomat lainnya setuju dengan penilaian itu.
Juru bicara junta Myanmar tidak menanggapi permintaan komentar.
Maung Saungkha, pemimpin Tentara Pembebasan Rakyat Bamar, yang menyumbangkan pasukan dalam serangan tersebut, mengatakan kepada Reuters bahwa aliansi pemberontak telah menghabiskan lebih dari satu tahun untuk bersiap menghadapi militer yang memiliki persenjataan lebih baik.
Operasi tersebut adalah “yang terbesar dan tersukses dalam Revolusi Musim Semi”, katanya, merujuk pada pemberontakan rakyat melawan junta yang menggulingkan pemerintahan terpilih secara demokratis yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi pada Februari 2021.
Kelompok perlawanan bekerja sama untuk menghajar kekuatan militer yang sudah lemah, kata seorang penasihat pemerintahan sipil paralel Myanmar, yang dikenal sebagai Pemerintah Persatuan Nasional, yang mendukung serangan terpisah di kota-kota di divisi Sagaing.
“Peluang seperti ini tidak akan pernah kembali,” kata sang penasihat, yang menolak disebut namanya.