TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah anak-anak yang terbunuh di Gaza dalam tiga minggu terakhir kini lebih banyak dibandingkan jumlah total korban tewas dalam konflik di seluruh dunia setiap tahunnya sejak 2019, kata LSM Save the Children.
Angka yang dikeluarkan oleh LSM tersebut pada Minggu, 29 Oktober 2023, yang merujuk pada otoritas kesehatan Palestina, menunjukkan bahwa setidaknya 3.324 anak telah terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober, sementara 36 anak meninggal di Tepi Barat.
Menurut laporan dari Sekretaris Jenderal PBB tentang anak-anak dan konflik bersenjata, total 2.985 anak terbunuh di 24 negara pada 2022, 2.515 pada 2021, dan 2.674 pada 2020 di 22 negara, kata Save the Children.
“Kematian satu anak adalah satu hal yang terlalu banyak, namun ini adalah pelanggaran berat yang sangat besar,” kata Jason Lee, direktur Save the Children untuk wilayah Palestina yang diduduki. “Gencatan senjata adalah satu-satunya cara untuk memastikan keselamatan mereka. Komunitas internasional harus mendahulukan masyarakat dibandingkan politik – setiap hari yang dihabiskan untuk berdebat menyebabkan anak-anak terbunuh dan terluka. Anak-anak harus dilindungi setiap saat, terutama ketika mereka mencari keselamatan di sekolah dan rumah sakit.”
Pernyataan itu muncul ketika Israel terus melanjutkan operasi darat yang diperluas di Gaza ketika pengeboman udara besar-besaran terus berlanjut. Pada Jumat, seluruh Jalur Gaza mengalami pemadaman komunikasi total yang digambarkan oleh berbagai laporan sebagai malam teror dan pertempuran terberat sejak perang dimulai.
Sebanyak 1.000 anak lainnya dilaporkan hilang di Gaza dan mungkin berada di bawah reruntuhan. Lebih dari 40 persen dari 8.000 orang yang dipastikan tewas di Gaza adalah anak-anak. Lebih dari 6.000 anak terluka di Gaza sejak perang dimulai.
Secara keseluruhan, setidaknya 1.400 warga Israel dan warga negara asing juga tewas di Israel, sebagian besar akibat serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober.
Israel telah memberlakukan pengepungan total terhadap Jalur Gaza, memperketat blokade yang diberlakukan sejak 2007, memutus seluruh pasokan makanan, listrik, bahan bakar dan air, serta hanya mengizinkan sejumlah kecil bantuan masuk melalui penyeberangan Rafah dengan Mesir sejak 21 Oktober.
Kurangnya listrik serta kelangkaan bahan bakar untuk pembangkit listrik telah memaksa rumah sakit untuk mengurangi operasi mereka dan kementerian kesehatan menyatakan sistem kesehatan Gaza dalam keadaan “runtuh total”, yang semakin membahayakan nyawa anak-anak, termasuk bayi di Gaza. kebutuhan perawatan intensif neonatal yang intensif energi.