TEMPO.CO, Jakarta -Holding BUMN Industri Pertahanan (DEFEND ID) pada Rabu 4 Oktober 2023 membantah dugaan bahwa 3 BUMN mengekspor produk industri pertahanan ke Myanmar pasca 1 Februari 2021, saat kudeta dilancarkan di pagi hari oleh oleh militer nasional Tatmadaw.
DEFEND ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding yang beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia, mengklaim mendukung penuh Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.
“Kami pastikan bahwa PT Pindad tidak melakukan kegiatan ekspor produk alpalhankam (Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan) ke Myanmar, terutama setelah adanya himbauan DK PBB pada 1 Februari 2021 terkait kekerasan di Myanmar,” kata pihak DEFEND ID melalui keterangan tertulis.
Adapun, mereka mengatakan kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada 2016, yaitu berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016.
Demikian halnya dengan PT Dirgantara Indonesia dan PT PAL yang dipastikan oleh DEFEND ID tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar. “Dapat kami sampaikan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar."
Sebelumnya, 3 BUMN dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada hari Senin, 2 Oktober 2023 atas dugaan aliran senjata dari Indonesia ke Myanmar, yang sedang berada di bawah kekuasaan junta militer setelah mengalami kudeta pada awal 2021.
Tiga BUMN yang menjadi terlapor adalah PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia, menurut dokumen laporan yang diterima Tempo.
Salah satu pelapor adalah mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman, yang sejak Juli 2017 menjadi Ketua Misi Pencari Fakta Independen tentang Myanmar.
Ia melaporkan temuan tersebut ke Komnas HAM bersama Feri Amsari dari firma hukum Themis, organisasi masyarakat sipil Myanmar Accountability Project (MAP), dan Salai Za Uk Ling selaku Wakil Direktur Eksekutif Organisasi Hak Asasi Manusia Chin (CHRO).
Mereka menuntut Komnas HAM untuk menyelidiki bukti-bukti lebih lanjut terhadap dugaan keterlibatan BUMN dalam pelanggaran HAM berat di Myanmar melalui perdagangan senjata.
“Fakta bahwa alutsista dipromosikan secara aktif setelah kampanye genosida terhadap Rohingya dan kudeta tahun 2021 menimbulkan kekhawatiran serius dan keraguan terhadap kesediaan pemerintah Indonesia untuk mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum HAM internasional dan hukum humaniter,” kata Marzuki dalam sebuah pernyataan.
Investigasi sumber terbuka dan dokumen yang bocor mengungkapkan bahwa senjata yang terkait mungkin dimediasi melalui perusahaan Myanmar, True North Company Limited, milik Htoo Htoo Shein Oo.
Ia adalah putra menteri perencanaan dan keuangan junta Myanmar, Win Shein, yang saat ini dikenai sanksi oleh Amerika Serikat, Kanada, dan Uni Eropa.
Para pengadu pun mendesak pemerintah dan pihak-pihak dalam negeri yang diduga terlibat untuk menghentikan secara permanen perdagangan senjata dengan junta dan pemerintah Myanmar hingga konflik berakhir.
Pilihan Editor: Marzuki Darusman Laporkan 3 BUMN karena Jual Senjata Ilegal ke Myanmar
NABIILA AZZAHRA ABDULLAH