TEMPO.CO, Jakarta - Majelis tinggi India pada Kamis, 21 September 2023, meloloskan sebuah RUU yang akan mencadangkan satu pertiga kursi di level dewan legislatif nasional dan negara bagian untuk perempuan. Perdana Menteri India Narendra Modi memuji pencapaian ini dan menyebutnya sebagai momentum yang bisa menentukan perjalanan demokrasi di India.
Total 215 anggota di majelis tinggi India atau Rajya Sabha, memberikan suara dukungan untuk RUU ini atau berselang sehari setelah diloloskan oleh majelis rendah India atau bernama Lok Sabha, dimana di majelis rendah 454 suara mendukung dan dua suara menentang.
“Ini adalah momentum yang menentukan dalam perjalanan demokrasi bangsa kita! Selamat pada 140 crore India dengan disahkannya Nari Shakti Vandan Adhiniyam
di parlemen. Kita mengantarkan era keterwakilan dan pemberdayaan yang lebih kuat pada perempuan India. Ini bukan sekadar undang-undang. Ini adalah penghormatan pada perempuan, yang telah membangun negara kita,” kata Perdana Menteri Modi dalam unggahannya di X (Twitter). Sejumlah politikus India juga menyebut hal ini sebagai sebuah pencapaian.
Had the honor of meeting our dynamic women MPs who are absolutely thrilled at the passage of the Nari Shakti Vandan Adhiniyam.
It is gladdening to see the torchbearers of change come together to celebrate the very legislation they have championed.
With the passage of the Nari… pic.twitter.com/et8bukQ6Nj
— Narendra Modi (@narendramodi) September 21, 2023
Dengan pengesahan dari majelis tinggi ini, maka RUU untuk quota perempuan di level dewan legislatif nasional dan negara bagian membutuhkan ratifikasi setidaknya oleh 50 persen majelis negara bagian untuk menjadi undang-undang. Jika RUU ini sudah menjadi undang-undang, maka bisa dipastikan satu pertiga kursi di dewan legislatif di negara bagian dan pusat, harus dialokasikan untuk perempuan. Namun ini masih belum berlaku di parlemen majelis tinggi dan badan legislatif negara bagian. Quota kursi bagi perempuan diharapkan bisa berlanjut sampai 15 tahun ke depan.
Walau RUU yang dinamai Women’s Reservation pada prinsipnya sudah diterima oleh sebagian besar pemimpin partai politik, namun masih ada sejumlah kritik yang mempertanyakan penundaan penerapan RUU ini. Sebab penerapan RUU ini masih bergantung pada upaya penetapan batas untuk menyusun ulang daerah pemilihan dan majelis berdasarkan sensus nasional India, yang dijadwalkan pada 2021 tetapi ditunda karena pandemi Covid-19.
Pemerintah India lalu mengklarifikasi kalau berdasarkan article 82 Konstitusi India, amandemen 2022, pelaksanaan delimitasi berikutnya dapat dilakukan berdasarkan sensus pertama yang dilakukan setelah 2026, di mana itu artinya penerapan RUU Women’s Reservation baru dapat dilakukan setelah 2029.
Sumber: RT.com
Pilihan Editor:Komisi II DPR RI dan Pemerintah Bakal Bentuk Panja Revisi UU IKN
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.