Sofiyatun, yang kesehatannya menurun di hari pertama bekerja, saat itu belum didaftarkan untuk kartu identitas di Korea Selatan, yang menjadi persyaratan untuk memiliki asuransi kesehatan. Hal ini yang diupayakan oleh KBRI Seoul semenjak pekerja migran ini masuk rumah sakit.
“Kalau tanpa asuransi kesehatan, total biayanya sekitar 26 juta won (Rp300 juta). Kemudian, sejak asuransi kesehatan didaftarkan, tagihan masih 14 juta won kemarin. Tapi kami sedang berupaya agar pihak perusahaan mendaftarkannya per 1 September,” kata Yessie.
Selain lewat asuransi kesehatan, pihak KBRI Seoul dan pusat dukungan untuk pekerja asing juga mencari upaya lain. Dia mengungkap bahwa ternyata, untuk kasus pendarahan otak bisa mendapat bantuan dari pemerintah melalui rumah sakit. Melalui bantuan tersebut, biaya medis bisa makin berkurang.
“Kami optimis mudah-mudahan sangat bisa membantu mengurangi biaya 14 juta won tadi. Mudah-mudahan bisa di bawah 5 atau 3 juta won,” kata dia. Dengan kurs saat ini, 14 juta won setara dengan sekitar 162 juta rupiah," katanya.
Bagi keluarga Sofiyatun yang kurang mampu, tidak ada harapan untuk bebas biaya sepenuhnya. Menurut Yessie, sistem asuransi kesehatan di sana berbeda dengan BPJS Kesehatan di Indonesia. “Jadi di sini semua tidak 100 persen. Rata-rata 60 persen. Ada yang bahkan cuma 20 persen,” katanya.
Keluarga masih menunggu
Keluarga Sofiyatun masih menunggu kepulangan jenazahnya dari Ansan, Korea Selatan ke Boyolali, Jawa Tengah. Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Seoul, Teuku Zulkaryadi, mengatakan bahwa pemulangan sedang diupayakan secepat mungkin.
“Kita akan coba tekankan sebisa mungkin jenazah berangkat duluan, lalu tinggal sisa tagihan rumah sakit bisa kita upayakan setelah jenazah kembali ke Tanah Air,” ujar Yadi.
Dia belum bisa memastikan kapan seluruh proses pelunasan biaya akan selesai, tetapi estimasi waktu yang diberikan adalah sekitar tiga pekan. Hal ini disebabkan kasus Sofiyatun berbeda dari yang lain, karena baru didaftarkan asuransi setelah masuk rumah sakit.
“Jenazahnya kami targetkan untuk pulang paling tidak minggu depan. Kalau bisa dapatkan flight di weekend ini, atau mungkin Senin atau Sabtu depan,” kata Yadi. “Bisa pakai Korean Air atau Garuda.”
Pihaknya akan berkoordinasi erat dengan Kementerian Luar Negeri RI, BP2MI, termasuk pemerintah daerah tempat tinggal almarhumah.
Menurutnya, biaya pemulangan jenazah dari Korea Selatan ke Indonesia sangat tergantung wilayah jenazah berada. Karena pesawat pengiriman jenazah biasanya berangkat dari Bandara Incheon, Seoul.
“Kalau jenazahnya ada di Busan bawah itu harganya bisa lebih mahal, 1 - 2 juta won. Kalau ke atas lebih murah. Tapi perkiraan range harganya rata-rata antara 7 – 10 juta won. Perkiraan kita, karena dia dari sekitar Ansan, mungkin sekitar 8 juta won. Sekitar Rp88 juta atau Rp90 juta,” katanya.
NABIILA AZZAHRA ABDULLAH
Pilihan Editor Karyawan Apple Prancis Serukan Pemogokan saat Peluncuran iPhone 15