Masih Menanti
Di puncak bukit di Azermoun, para pria saling berbagi dan bersama-sama memuat persediaan makanan dan air ke keledai dan bagal untuk diangkut ke Aoufour, sekitar 15 km jauhnya, dalam konvoi manusia dan hewan yang bergerak lambat.
“Masyarakat menderita akibat gempa ini. Mereka tidak punya apa-apa. Kami hidup hanya dari udara. Kami membutuhkan tenda dan selimut,” kata Mohamed Zidane, 55, dari Aoufour.
Ketika konvoi sudah siap, Zidane menaiki salah satu hewan dan berangkat dalam perjalanan pulang yang jauh. Diperlukan dua atau tiga hari lagi untuk mengatur konvoi berikutnya.
Di sebuah lembah di lereng curam dari desa Anzelfi, yang rusak parah, warga mendirikan kemah dengan beberapa tenda serta selimut, permadani, dan barang-barang sisa lainnya.
“Kami masih menunggu bantuan pemerintah,” kata Mohamed Oufkir, 30 tahun. “Kami di sini karena kami tunawisma.”
“Kami dalam bahaya karena kalau hujan lembah bisa banjir,” ujarnya. Di malam hari cuacanya sangat dingin, tambahnya.
Terlalu takut untuk tinggal di dalam rumah, dia dan istri serta tiga putrinya yang berusia enam, 10 dan 15 tahun tinggal di tenda darurat. Mereka melapisi lantai tanah dengan karton dan tikar serta menumpuk kasur di atas satu sama lain.
“Kami sangat takut. Kehidupan di sini semakin sulit. Dingin. Kami tidak lagi mempunyai rumah dan kami khawatir akan terjadi gempa bumi lagi,” kata Meghashi, 39 tahun.
“Pemerintah tidak peduli dengan kami. Kami merasa terpinggirkan. Kami marah.”
REUTERS
Pilihan Editor: Kremlin Murka Eropa Cabut Sanksi Tiga Pengusaha Rusia: Mereka Pengkhianat!