TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah penyintas banjir bandang Libya mengisahkan detik-detik saat bencana terjadi pada Senin lalu.
Seperti dilansir Reuters pada Selasa, mereka menyebut mendengar sebuah suara yang seperti ledakan ketika bendungan jebol, yang menyebabkan arus deras mengalir dengan cepat ke lantai atas berbagai bangunan serta keluar melewati atap rumah-rumah di Kota Derna, Libya timur.
Arus deras tersebut mengalir selama berjam-jam di ruangan-ruangan yang tingkat kebanjirannya hampir mencapai langit-langit bangunan, ungkap para penyintas.
Di Derna di Libya timur, tempat badai membuat sungai meluap dan dua bendungan jebol serta banjir menerjang kota itu pada Senin pagi, sekelompok orang yang selamat berdiri mencari perlindungan. Rumah mereka hancur.
Banyak dari mereka yang selamat tersebut masih mengenakan piama dan sandal setelah menyelamatkan diri dari peristiwa itu, yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga.
Raja Sassi (39 tahun), selamat dari banjir bersama istri dan putri kecilnya setelah air mencapai lantai atas. Namun, anggota keluarganya yang lain meninggal, katanya.
"Awalnya kami hanya mengira hujan lebat, tapi tengah malam kami mendengar ledakan besar dan ternyata bendungan jebol," ujarnya.
Pusat kota dipenuhi dengan banyak jenazah, kata Raja Sassi.
Istrinya, Nouriya al-Hasadi (31 tahun), terus memeluk putri kecil mereka selama upaya penyelamatan diri. Ia mengatakan adalah "keajaiban" bahwa mereka bisa selamat.
Safia Mustafa (41 tahun), ibunda dua anak laki-laki, mengatakan mereka berhasil meninggalkan rumahnya sebelum bangunan tersebut runtuh.
Mereka naik ke atap dan menyelamatkan diri dengan melintasi atap rumah-rumah tetangga di sekitar. Putranya, Obai yang berusia 10 tahun, mengatakan dia berdoa kepada Allah untuk kelangsungan hidup mereka.
Saliha Abu Bakr, seorang pengacara berusia 46 tahun, mengatakan dia dan kedua saudara perempuannya selamat dari bencana tersebut, tetapi ibu mereka meninggal.
Air dengan cepat menggenangi gedung tempat tinggal mereka dan mencapai lantai tiga, lanjutnya.
Banjir mengalir deras ke dalam apartemen mereka hampir setinggi langit-langit. Selama tiga jam dia memegang sebuah perabot untuk berupaya tetap bertahan.
"Saya bisa berenang, tapi ketika saya mencoba menyelamatkan keluarga saya, saya tidak bisa berbuat apa-apa," kata Saliha Abu Bakr.
Kemudian, banjir surut dan mereka meninggalkan apartemen sesaat sebelum bangunan itu roboh. Saat bangunan runtuh, ibu mereka berada di dalamnya.
Pilihan Editor: Seperempat Kota Libya Hanyut akibat Banjir, Sekitar 10.000 Orang Dikhawatirkan Hilang
REUTERS