TEMPO.CO, Jakarta -Para pengunjuk rasa yang menuntut diakhirinya pemerintahan otoriter menutup markas besar partai Baath yang berkuasa di Kota Sweida, Druze, Suriah barat daya, pada Minggu, 27 Agustus 2023. Protes yang memasuki minggu kedua tidak menunjukkan tanda-tanda mereda.
Para pemuda dengan mesin las menutup gerbang gedung partai pimpinan Presiden Bashar al Assad. Partai Baath telah berkuasa sejak kudeta 1963.
Ratusan orang kembali turun ke jalan selama tujuh hari berturut-turut dalam aksi protes damai atas memburuknya kondisi kehidupan yang disebabkan oleh tingginya harga bahan bakar minyak. Mereka menuntut perubahan politik secara menyeluruh.
“Mundurkan Bashar, kami ingin hidup bermartabat,” teriak mereka di alun-alun tempat para pemimpin spiritual Druze memberikan restu atas protes mereka tanpa mendukung seruan untuk mengakhiri lima dekade pemerintahan keluarga Assad.
Krisis ekonomi besar telah menyebabkan jatuhnya mata uang lokal, yang menyebabkan melonjaknya harga makanan dan kebutuhan pokok. Pemerintahan Assad menyalahkan sanksi-sanksi Barat.
Meningkatnya perbedaan pendapat di wilayah loyalis yang pernah mendukung Assad kini menimbulkan tantangan terbesar bagi kekuasaannya setelah memenangkan perang saudara selama lebih dari satu dekade dengan bantuan penting dari Rusia dan Iran.
Para pejabat telah meningkatkan keamanan di wilayah pesisir Mediterania, tanah air leluhur minoritas Syiah Alawit pimpinan Assad yang memegang kendali ketat atas tentara dan pasukan keamanan.
Kenan Waqaf, seorang jurnalis terkemuka yang dipenjara karena mengkritik pihak berwenang, menyebut tujuannya untuk mencegah meningkatnya seruan mogok dan memprotes kondisi kehidupan.
Di seluruh provinsi, sejumlah cabang lokal Partai Baath yang pejabatnya memegang jabatan penting di pemerintahan juga ditutup oleh pengunjuk rasa yang kadernya melarikan diri, kata warga.
Dalam tindakan pembangkangan yang jarang terjadi di daerah-daerah di bawah pemerintahan Assad, para pengunjuk rasa merobohkan poster-poster Assad. Partai tersebut mempromosikan pemujaan terhadap dirinya dan mendiang ayahnya.
Sweida, sebuah kota berpenduduk lebih dari 100.000 jiwa, telah menyaksikan sebagian besar lembaga publik tutup. Angkutan umum mogok serta sebagian bisnis dibuka, kata warga dan aktivis sipil.
“Ini adalah pembangkangan sipil yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mendapat dukungan masyarakat luas dari sebagian besar komunitas Druze dan para pemimpin agamanya,” kata Ryan Marouf, seorang aktivis sipil dan editor situs berita lokal Suwayda 24.
Pihak berwenang tetap bungkam mengenai meluasnya protes namun menginstruksikan aparat keamanan untuk tidak terlihat. Pejabat mengaku mengosongkan beberapa pos pemeriksaan untuk menghindari gesekan.
Pilihan Editor: Laporan PBB Sebut Penyiksaan di Penjara Suriah Masih Terjadi
REUTERS