TEMPO.CO, BEIJING – Beijing mencabut pembatasan yang diberlakukan saat era pandemi Covid-19, yang melarang rombongan wisatawan dari Cina melancong ke sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Dengan pencabutan larangan Ini, maka terbuka potensi keuntungan bagi industri pariwisata Cina. Keputusan itu diumumkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata China pada Kamis, 10 Agustus 2023 dan langsung berlaku setelah diumumkan.
Sebelum pandemi, turis Cina daratan menghabiskan lebih banyak uang daripada turis dari negara mana pun saat berada di luar negeri. Angkanya mencapai total US$255 miliar (Rp 3.873 triliun) pada 2019. Rombongan wisatawan asal Cina diperkirakan mencapai sekitar 60 persen dari jumlah tersebut.
Langkah pencabutan aturan tersebut disambut baik oleh Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida serta menteri pariwisata di Korea Selatan dan Australia. Sebab hal itu dinilai akan meningkatkan ekonomi mereka.
"Ini adalah langkah positif menuju stabilisasi hubungan kami dengan Cina," kata Menteri Perdagangan dan Pariwisata Australia Don Farrell.
Ketidakhadiran mereka sejak pandemi telah menyebabkan masalah keuangan bagi banyak bisnis yang bergantung pada pariwisata di seluruh dunia. Jerman dan Inggris juga termasuk di antara negara-negara yang pembatasannya dicabut. Tetapi Kanada, yang memiliki hubungan politik yang penuh dengan Cina akhir-akhir ini, belum dipulihkan.
Itu adalah daftar negara ketiga Cina yang menerima persetujuan. Batch pertama yang disetujui pada Januari mencakup 20 negara seperti Thailand, Rusia, Kuba, dan Argentina. Gelombang kedua di bulan Maret mencakup 40 negara, di antaranya Nepal, Prancis, Portugal, dan Brasil.
Cina tidak pernah menjelaskan pendekatannya yang terhuyung-huyung untuk mendapatkan persetujuan ini, tetapi sejumlah analis telah mencatat bahwa negara-negara yang membutuhkan waktu untuk mendapatkan persetujuan memiliki lebih banyak ketegangan politik dan/atau perdagangan dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Seberapa banyak pariwisata Cina yang keluar akan membangkitkan kembali kelompok negara terbaru, masih harus dilihat. Harapan permintaan akan datang kembali setelah perbatasan dibuka lagi sampai saat ini sebagian besar belum terpenuhi.
Penerbangan internasional masuk dan keluar dari Cina yang telah pulih baru 53 persen dari Juli 2019. Angka itu sebagian besar karena masalah kepegawaian di banyak maskapai penerbangan global yang telah membatasi penerbangan lebih banyak rute, penerbitan visa yang lambat untuk pelancong Cina di tengah tumpukan banyak negara Barat serta ekonomi domestik yang terseok-seok yang membuat banyak orang Cina yang sedang berlibur tidak ingin menghabiskan banyak uang. .
Menanggapi berita pencabutan larangan plesiran ke sejumlah negara tersebut, beberapa warga Cina mengatakan di dunia maya kalau mereka kurang antusias dengan perjalanan internasional. Tetapi yang lain lebih optimis.
Trip.com, sebuah agen perjalanan terbesar di Cina, mencatat berita tersebut telah menyebabkan lonjakan pencarian tujuan termasuk Australia dan Jepang. Saham perusahaan di kelompok negara terbaru dengan paparan besar terhadap permintaan perjalanan Cina melonjak karena berita tersebut.
REUTERS
Pilihan Editor: Jasamarga Lakukan Pemeliharaan Jalan di Tol Jagorawi, Berikut Titik dan Jadwalnya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.