TEMPO.CO, Jakarta -Sebanyak 80 peserta Jambore Pramuka Dunia ke-25 Korea Selatan memilih meninggalkan lokasi perkemahan Saemangeum pada Minggu, 6 Agustus 2023. Mereka memutuskan pulang lebih awal dari acara yang diagendakan berakhir pada Sabtu, 12 Agustus setelah dugaan pelecehan seksual.
Asosiasi Pramuka Provinsi Jeolla Utara yang membawa 80 kontingen, termasuk 72 remaja, mengumumkan untuk mundur dari kamp. Mereka mengkritik panitia acara yang dinilai tidak mengambil tindakan tegas untuk melindungi para korban atau memisahkannya dari pelaku yang dituduh. Lantas, bagaimana rentetan kejadiannya?
Kronologi Dugaan Kasus Pelecehan Seksual Jambore Pramuka Dunia
Dilansir dari Yonhap News Agency, Kepala Kontingen ke-900 Dewan Provinsi Jeolla Utara Asosiasi Kepanduan Korea, Kim Tae-yeon mengadakan konferensi pada Jambore Dunia 2023. Ia mengklaim bahwa seorang pengawas pria asal Thailand berusia sekitar 30 sampai 40 tahunan membuntuti ketua peserta Korea Selatan ke kamar mandi pada Rabu, 2 Agustus 2023.
“Pada jam 5 pagi, pengawas (pria Thailand) mengikuti kapten wanita kami ke dalam (kamar mandi), tetapi dia berbohong setelah ketahuan di tempat kejadian, dia mengelak dan mengatakan bahwa datang untuk mandi,” kata Tae-yeon di Buan, Korea Selatan, pada Minggu, 6 Agustus 2023.
Imbas dari laporan itu, menurut World KBS, Menteri Kesetaraan Gender Kim Hyun-sook sekaligus ketua panitia Jambore Pramuka Dunia mengatakan bahwa pimpinan rombongan Thailand diisolasi. Langkah tersebut diambil setelah terduga pelaku pelecehan seksual meminta maaf kepada korban melalui sambungan telepon.
Organisasi Gerakan Pramuka Sedunia yang menangani kasus memutuskan bahwa insiden itu bukanlah hal serius. Mereka hanya mengeluarkan peringatan sederhana untuk pria Thailand itu.
“Meski sudah beberapa hari berlalu, belum ada tindakan yang diambil, dan belum ada perlindungan atau pemisahan bagi korban,” kata Tae-yeon yang masih melihat terduga pelaku berkeliaran di kamp Jambore Pramuka Dunia ke-25.