TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali dijerat dengan tuduhan baru. Pada Selasa, 1 Agustus 2023, ia didakwa untuk membatalkan pemilu 2020.
Ini adalah dakwaan ketiga selama empat bulan terakhir. Donald Trump didakwa secara pidana ketika dia sedang berkampanye untuk pemilihan presiden 2024.
Surat dakwaan setebal 45 halaman itu menuduh Donald Trump dari Partai Republik berkonspirasi untuk menipu Amerika Serikat dengan mencegah Kongres mengesahkan kemenangan Partai Demokrat dan mencabut hak pemilih untuk pemilihan yang adil.
Jaksa mendakwa Trump dengan mendorong klaim penipuan yang dia tahu bahwa itu tidak benar, menekan pejabat negara bagian dan federal termasuk Wakil Presiden Mike Pence, untuk mengubah hasil pemilu. Terakhir, Donald Trump menghasut serangan yang berujung pada kekerasan di Gedung Capitol untuk merusak demokrasi Amerika dan nafsu berkuasa.
Trump diperintahkan untuk tampil pertama kali di pengadilan federal di Washington pada hari Kamis. Kasus tersebut telah diserahkan kepada Hakim Distrik AS Tanya Chutkan, yang ditunjuk oleh Presiden AS sebelumnya, Barack Obama.
Terlepas dari serangkaian kasus hukum yang menjeratnya, Trump telah memperkuat statusnya sebagai kandidat terdepan untuk nominasi presiden dari Partai Republik, menurut jajak pendapat publik.
"Serangan terhadap Capitol negara kita pada 6 Januari 2021, merupakan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya di kursi demokrasi Amerika. Seperti yang dijelaskan dalam dakwaan, itu dipicu oleh kebohongan," kata Jaksa Penuntut Jack Smith. "Kebohongan oleh terdakwa, yang ditujukan untuk menghalangi fungsi dasar pemerintah AS."
Di depan ruang kamera dan reporter, Jack Smith menyampaikan pernyataan selama dua menit, lalu pergi tanpa menjawab pertanyaan.
Dalam dakwaan jaksa, Trump mengorganisir daftar pemilih curang di tujuh negara bagian. Ia menang di tujuh negara bagian tersebut.
Surat dakwaan itu menjabarkan banyak contoh kebohongan pemilihan Trump dan mencatat bahwa penasihat dekat termasuk pejabat intelijen senior, mengatakan kepadanya berulang kali bahwa hasil pemilihan itu sah. "Klaim ini salah, dan terdakwa tahu bahwa itu salah," tulis jaksa.
Ketika dorongan untuk mengesahkan pemilih palsu gagal, Trump berusaha menekan Wakil Presiden Mike Pence untuk tidak mengizinkan sertifikasi pemilihan dilanjutkan. Dia memanfaatkan kekacauan di luar Capitol untuk melakukannya, menurut jaksa. Selama kekerasan, Trump menolak panggilan dari penasihatnya.
"Terdakwa berusaha menggunakan kerumunan pendukung di Washington DC untuk menekan Wakil Presiden agar secara curang mengubah hasil pemilu," bunyi dakwaan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan, tim kampanye Trump mengatakan selalu mengikuti hukum. Tim kampanye juga menyebut bahwa dakwaan itu sebagai penganiayaan dan menyamakannya dengan Nazi Jerman.
Donald Trump telah menjadi mantan presiden AS pertama yang menghadapi tuntutan pidana. Dia berusaha menggambarkan semua penuntutan sebagai bagian dari perburuan penyihir bermotivasi politik yang bertujuan mencegahnya kembali berkuasa.
REUTERS
Pilihan Editor: Tiga Kantor Kementeriannya Dihantam Drone, Rusia Sebut Ukraina Teroris