TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sejarahnya, bom tandan atau dikenal bom cluster yang pertama kali digunakan secara signifikan adalah Sprengbombe Dickwandig berbobot 2 kilogram buatan Jerman.
Seperti dilansir Antara, bom beranak-pinak itu digunakan Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) pada masa Perang Dunia II.
Tidak hanya oleh Nazi Jerman, pengeboman melalui udara pada Perang Dunia Kedua juga dilakukan oleh pesawat negara-negara Sekutu seperti pengeboman terhadap Dresden di Jerman (yang menewaskan lebih dari 25.000 warga di kota tersebut), serta pengeboman Tokyo yang dilakukan beberapa kali, khususnya pada 1944-1945, yang menghabisi nyawa lebih dari 100.000 warga sipil.
Sayangnya, jumlah korban yang besar itu tidak membuat penggunaan bom tandan dihentikan, bahkan tetap terus digunakan sepanjang abad ke-20 dan terus berlanjut hingga abad ke-21 ini, termasuk dalam perang Rusia Ukraina sekarang ini.
Padahal, pada Perang Lebanon 2006, di mana Israel banyak menggunakan bom tandan, menjadi momentum bagi berbagai negara untuk melarang penggunaan amunisi bom tandan.
Pergerakan dari banyak negara itu akhirnya melahirkan Convention on Cluster Munitions atau Konvensi Munisi Tandan yang melarang penggunaan bom tandan. Konvensi yang diadopsi pada 30 Mei 2008 di Dublin dan mulai ditandatangani pada 3 Desember 2008 itu hingga 2023 telah diratifikasi oleh 111 negara.
Sejauh ini bom tandan atau kerap disebut bom curah dilarang oleh lebih 111 negara. Sebab mereka biasanya melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas. Yang gagal meledak menimbulkan bahaya selama beberapa dekade, terutama bagi anak-anak.
Rusia, Ukraina, dan AS belum menandatangani Konvensi Bom Tandan, yang melarang produksi, penimbunan, penggunaan, dan transfer senjata.
Keputusan untuk mengirim amunisi ke Ukraina telah ditentang oleh Spanyol dan Kanada, sementara Inggris mengatakan itu adalah bagian dari konvensi yang melarang penggunaan senjata.
Beberapa anggota parlemen Demokrat di Amerika Serikat juga menyampaikan keprihatinan mereka. Kedutaan Rusia di AS mengutuk keputusan tersebut.
Kontroversi Bom Tandan Terbaru
Diberitakan Tempo, Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia memiliki persediaan bom tandan dalam jumlah yang cukup. Ia menegaskan bahwa Rusia berhak menggunakan bom tandan jika amunisi yang menurutnya dianggap sebagai kejahatan itu, dikerahkan untuk melawan pasukan Rusia di Ukraina. Perang Rusia Ukraina masih berkobar hingga hari ini.
Demikian, Ukraina mengatakan pada hari Kamis pekan lalu bahwa mereka telah menerima bom cluster dari Amerika Serikat. Ukraina mengatakan bahwa amunisi diperlukan untuk mengkompensasi kekurangan peluru yang dihadapi oleh pasukan Kyiv pada saat mereka melakukan serangan balasan.
Kyiv mengatakan akan menggunakan bom tandan untuk mengusir konsentrasi tentara musuh ketika mencoba merebut kembali wilayahnya sendiri. Namun Ukraina menyatakan tidak akan menggunakannya di wilayah Rusia.
Putin mengatakan kepada TV pemerintah bahwa Moskow akan menanggapi dengan cara yang sama jika diperlukan. "Saya ingin mencatat bahwa di Federasi Rusia ada persediaan yang cukup dari berbagai jenis bom curah (bom cluster). Kami belum menggunakannya. Tapi tentu saja jika digunakan untuk melawan, kami berhak mengambil tindakan timbal balik."
Human Rights Watch mengatakan Moskow dan Kyiv telah menggunakan bom curah. Rusia, Ukraina, dan AS belum menandatangani konvensi munisi bom tandan yang melarang produksi, penimbunan, penggunaan, dan transfer senjata.
ANTARA | TIM TEMPO
Pilihan editor : Ukraina dan Rusia Sama-sama Memiliki Bom Tandan, Untuk Apa?