TEMPO.CO, Jakarta - Pita Limjaroenrat, pemimpin Partai Move Forward sebagai pemenang pemilihan Thailand, menemui hambatan baru dalam pencalonannya sebagai perdana menteri pada Rabu 19 Juli 2023. Setelah Mahkamah Konstitusi menskorsnya sebagai anggota parlemen, beberapa jam kemudian para pesaingnya di parlemen berhasil membatalkan pencalonannya kembali.
Setelah lebih dari tujuh jam perdebatan tentang tantangan terhadap pencalonan Pita sebelum pemungutan suara parlemen yang direncanakan pada Rabu, anggota parlemen membatalkan pencalonannya. Para penentang menolak mosi agar dia didukung karena sebelumnya telah ditolak ketika dia dikalahkan dalam pemungutan suara minggu lalu.
Dari 715 anggota parlemen yang hadir pada Rabu, 394 memilih untuk memblokir pencalonan Pita pada tahap kedua, 312 memilihnya, delapan abstain dan satu – Pita sendiri – tidak memberikan suara, menurut ketua DPR Thailand.
“Sekarang jelas bahwa dalam sistem saat ini, memenangkan persetujuan publik tidak cukup untuk menjalankan negara,” tulis Pita di Instagram selama debat.
Dia diskors sementara sebagai anggota parlemen oleh Mahkamah Konstitusi setelah pengaduan diajukan oleh Komisi Pemilihan terhadap pemimpin Partai Move Forward. KPU Thailand menuduhnya melanggar undang-undang pemilu karena diduga memiliki saham di sebuah perusahaan media.
Pita membantah telah melanggar aturan pemilu dan sebelumnya menuduh KPU mempercepat kasus tersebut ke pengadilan.
Move Forward Party telah menjanjikan reformasi struktural tentang bagaimana negara Asia Tenggara berpenduduk lebih dari 70 juta orang itu dijalankan: perubahan pada militer, ekonomi, desentralisasi kekuasaan, dan bahkan reformasi pada monarki yang sebelumnya tidak tersentuh.
Pemilihan Mei, yang mencatat rekor jumlah pemilih, memberikan teguran keras kepada pihak yang didukung militer yang telah memerintah Thailand sejak 2014, ketika panglima militer saat itu Prayut Chan-o-cha merebut kekuasaan dalam kudeta.