TEMPO.CO, AMSTERDAM/MANILA - Hakim banding di Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC membuka jalan bagi penyelidikan atas ribuan kasus pembunuhan dalam kampanye anti-narkoba di Filipina di bawah era mantan Presiden Rodrigo Duterte. Putusan ini menjadi harapan bagi keluarga korban dan kelompok HAM.
Dalam putusan pada 18 Juli 2023, hakim banding ICC menolak upaya Filipina untuk memblokir penyelidikan atas “war on drugs” Duterte. Utusan Duterte mengatakan pihaknya akan mengabaikan keputusan tersebut.
"Duterte selalu menyatakan bahwa sebagai negara merdeka dan berdaulat, hanya pengadilan Filipina yang dapat mengadili kejahatan apa pun yang dilakukan di wilayah Filipina", kata mantan juru bicara Duterte Harry Roque dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters pada Selasa, 18 Juli 2023.
Roque menjelaskan Duterte akan menghadapi semua penuduhnya kapan saja kecuali di hadapan pengadilan Filipina dan hanya di hadapan hakim Filipina.
Pada September 2021, ICC menyetujui penyelidikan formal atas kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan yang diduga dilakukan di bawah kepemimpinan Duterte. Tetapi ICC menangguhkan penyelidikannya pada November 2021 atas permintaan Manila, yang mengatakan sedang melakukan penyelidikannya sendiri.
Akan tetapi pada Januari 2023, pengadilan menyatakan tidak puas dengan penyelidikan Filipina. Jaksa melanjutkan penyelidikan mereka. Manila mengajukan banding atas keputusan tersebut dalam upaya untuk memblokir penyelidikan lebih lanjut.
"Ini ditolak oleh majelis banding oleh mayoritas", kata Ketua Hakim Marc Perrin de Brichambaut dalam ringkasan putusan pada Selasa, 18 Juli 2023. Ia menegakkan putusan pengadilan rendah yang mendukung penyelidikan jaksa.
Mayoritas hakim menolak keempat poin banding Manila, termasuk bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi di Filipina dan pihak berwenang di sana sedang melakukan penyelidikan sendiri.
"ICC mengajukan banding atas putusan hakim menandai langkah selanjutnya menuju keadilan bagi korban pembunuhan 'perang narkoba' dan keluarga mereka," kata Bryony Lau, Wakil Direktur Asia di Human Rights Watch (HRW), dalam sebuah pernyataan.
Keluarga korban perang narkoba menangis atas putusan tersebut, setelah mereka menyaksikan persidangan berlangsung secara online. Pengacara yang mewakili mereka, Kristina Conti, mengatakan kami senang tapi sekaligus takut karena tantangan yang ada di depan.
Filipina, di bawah Duterte, menarik diri dari ICC pada Maret 2019. Tetapi hakim banding memutuskan jaksa penuntut masih memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan karena itu terjadi ketika Filipina masih menjadi anggota ICC.
Kantor Kejaksaan Agung Filipina dalam sebuah pernyataan menjelaskan Manila tetap berkomitmen menyelidiki dan menuntut "tuduhan yang terkait dengan kampanye anti-narkoba", dan "tidak akan terhalang" oleh keputusan hakim,
Polisi mengatakan lebih dari 6.200 tersangka tewas selama penumpasan brutal yang mengikuti pemilihan Duterte pada 2016, semuanya untuk membela diri. Mereka menolak tuduhan kelompok HAM tentang eksekusi sistematis dan menutup-nutupi. Sedangkan Lau dari HRW mengatakan pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr harus mendukung komitmennya terhadap HAM dengan bekerja sama dengan penyelidikan ICC.
REUTERS
Pilihan Editor: Masa Jabatan Gubernur Habis, Ini Rencana Ganjar Pranowo Isi Waktu
Catatan redaksi : Judul mengalami revisi atas saran dari ahli bahasa Tempo. Sebelumnya judul ICC Buka Penyelidikan Ribuan Pembunuhan Pengedar Narkoba di Era Duterte, menjadi ICC Buka Penyelidikan Pembunuhan Ribuan Pengedar Narkoba di Era Duterte