TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Amerika Serikat untuk mengirim amunisi bom tandan atau bom klaster ke Ukraina mendapat tentangan keras dari Rusia. Kedutaan Rusia di AS pada Minggu Malam mengatakan Gedung Putih pada dasarnya mengakui melakukan kejahatan perang dengan menyetujui pengiriman munisi tandan ke Ukraina.
"Kami memperhatikan pernyataan (John) Kirby (juru bicara Penasihat Keamanan Nasional AS) tentang pengiriman bom klaster ke Ukraina. Pejabat tersebut secara de facto mengakui, Amerika melakukan kejahatan perang dalam konflik Ukraina," demikian pernyataan Kedubes Rusia di Washington DC, melalui Telegram, seperti dilansir Reuters, Senin 10 Juli 2023.
Pemerintahan Presiden Joe Biden pada Jumat pekan lalu menyetujui pengiriman bom klaster. Senjata yang dilarang penggunaannya di banyak negara itu masuk dalam paket bantuan senjata terbaru untuk Ukraina senilai US$800 juta.
Pengiriman itu dilakukan atas permintaan Ukraina yang beralasan penggunaannya akan memberikan dampak psiko-emosional luar biasa bagi pasukan Rusia di medan perang.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, bom tandan bisa meningkatkan serangan pembalasan Ukraina untuk merebut kembali wilayah-wilayah yang direbut Rusia sejak invasi pada 24 Februari 2022. "Kami sadar bom klaster bisa menimbulkan risiko bahaya bagi warga sipil, yakni dari senjata yang tidak meledak. Inilah mengapa kami menunda keputusan selama kami bisa," kata Sullivan.
Namun dia menilai risiko kematian warga sipil akan lebih tinggi lagi jika pasukan dan tank Rusia terus mengalahkan tentara Ukraina untuk merebut wilayah lebih luas. Apalagi Ukraina tak memiliki artileri yang cukup untuk melawan.
Bom klaster merupakan senjata beranak pinak, di dalamnya terdapat puluhan bom kecil yang bisa menyerang area lebih luas. Masalahnya, tidak semua bom meledak saat itu, sehingga mengancam warga sipil setelah konfilk berakhir.
"Ukraina sudah memberi jaminan tertulis mereka akan menggunakannya dengan sangat hati-hati," kata Sullivan, seraya menegaskan Dewan Keamanan Nasional AS sepakat untuk mengirim senjata tersebut.
Ukraina juga berjanji tak akan menggunakannya di wilayah Rusia. Sementara itu paket bantuan keamanan senilai US$800 juta yang diumumkan Pentagon juga termasuk 31 unit meriam Howitzer, amunisi tambahan rudal sistem pertahanan Patriot, serta senjata anti-tank.
Meriam howitzer 155 mm bisa digunakan untuk menembak amunisi bom klaster. Selain itu ada pula drone Penguin, amunisi Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), kendaraan tempur Bradley, dan kendaraan angkut personel lapis baja Stryker. Itu merupakan paket bantuan AS ke-42 untuk Ukraina sejak invasi Rusia yang jika ditotal nilainya lebih dari US$40 miliar.
Pilihan Editor: Beda Sikap AS dan Jerman soal Kiriman Amunisi Bom Tandan ke Ukraina
REUTERS