TEMPO.CO, Jakarta - Enam orang Rohingya tewas dalam bentrokan di kamp pengungsi di Bangladesh yang pecah beberapa jam setelah seorang jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengunjungi permukiman tersebut untuk mengumpulkan kesaksian, kata polisi pada Jumat 7 Juli 2023.
Bangladesh adalah rumah bagi sekitar satu juta orang etnis Rohingya, yang sebagian besar melarikan diri dari penumpasan militer pada 2017 di negara tetangga Myanmar. Mereka kini menjadi saksi penyelidikan genosida di pengadilan PBB.
Kekerasan minggu ini adalah yang terbaru dari serangkaian bentrokan mematikan antara Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) dan Organisasi Solidaritas Rohingya (RSO), dua kelompok pemberontak saingan yang beroperasi di kamp-kamp tersebut.
Faruq Ahmed, juru bicara Batalyon Polisi Bersenjata yang menjaga keamanan di kamp-kamp pengungsi, mengatakan bahwa lima orang telah ditembak mati dalam baku tembak sebelum fajar pada Jumat.
"Kelima orang yang tewas dalam tembak-menembak adalah anggota ARSA, termasuk seorang komandan," katanya. Ia menambahkan bahwa keamanan telah ditingkatkan di kamp-kamp tersebut.
Ahmed mengatakan bahwa kekerasan terjadi beberapa jam setelah pembunuhan Ebadullah, seorang pemimpin komunitas pengungsi, yang tampaknya dilakukan oleh anggota ARSA.
Jaksa Pengadilan Pidana Internasional Karim Khan, kiri, bertemu dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh A.K. Abdul Momen di Dhaka pada 4 Juli 2023. FOTO/ICC/.arabnews.com
Harian lokal Prothom Alo mengatakan Ebadullah, 27 tahun, telah mengatur para pengungsi untuk bertemu dengan jaksa ICC Karim A.A. Khan. Ia mengunjungi kamp-kamp tersebut pada Kamis sore untuk mencatat pernyataan para saksi atas kekerasan militer pada 2017 di Myanmar.
Kelompok pemberontak tersebut tidak segera mengomentari pembunuhan tersebut, tetapi anggotanya dituduh menargetkan pemimpin sipil Rohingya yang menantang otoritasnya.
Pemimpinnya, Ataullah Abu Ammar Jununi, tahun lalu didakwa secara in absentia atas pembunuhan aktivis perdamaian populer Mohib Ullah pada 2021. Mohib Ullah secara teratur menentang kegiatan ARSA di kamp.
Jununi dan pemimpin kunci ARSA lainnya juga dituduh membunuh seorang perwira intelijen senior Bangladesh November lalu.
Pembunuhan itu mendorong pasukan keamanan pada Januari untuk mengusir pemukiman darurat di perbatasan Myanmar yang diduga digunakan ARSA sebagai pos perdagangan metamfetamin untuk mendanai operasinya.
Lusinan orang telah tewas dalam bentrokan kamp Rohingya sepanjang tahun ini, termasuk wanita dan anak-anak.
Pemotongan dana memaksa badan pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memotong jatah ke pemukiman pengungsi dua kali dalam beberapa bulan terakhir. Pekerja bantuan memperingatkan bahwa langkah tersebut kemungkinan akan memperburuk situasi keamanan yang sudah genting di kamp.
Bangladesh dan Myanmar telah memperbarui upaya untuk mulai memulangkan pengungsi Rohingya ke tanah air mereka, di mana minoritas tanpa kewarganegaraan telah mengalami penganiayaan selama beberapa dekade dan ditolak kewarganegaraannya.
Pilihan Editor: PBB: Pengungsi Rohingya Jadi Korban Kekerasan Seksual atau Dinikahkan Paksa di Malaysia
AL JAZEERA | YAHOO NEWS