TEMPO.CO, Jakarta - Sekjen PBB Antonio Guterres mengunjungi Haiti pada Sabtu, 1 Juli 2023, untuk menyoroti krisis yang dihadapi oleh negara Karibia yang miskin itu saat berjuang memerangi geng-geng kekerasan yang telah menguasai sebagian besar ibu kota Port-au-Prince.
Kunjungan Guterres datang hampir sembilan bulan setelah dia mendukung permintaan bantuan pemerintah Haiti dan mengusulkan agar satu atau lebih negara mengirim "pasukan aksi cepat" untuk mendukung dinas keamanan Haiti. Belum ada pasukan seperti itu yang dikerahkan karena belum ada negara yang maju untuk memimpin.
"Saya berada di Port-au-Prince untuk mengungkapkan solidaritas penuh saya terhadap rakyat Haiti dan meminta komunitas internasional untuk terus mendukung Haiti, termasuk dengan pasukan internasional yang kuat untuk membantu Kepolisian Nasional Haiti," kata Guterres dalam sebuah pernyataan Twitter.
"Ini bukan waktunya untuk melupakan Haiti."
Guterres mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB pada April bahwa dia memandang ketidakamanan di Port-au-Prince sebagai "sebanding dengan negara-negara dalam konflik bersenjata," dan mengatakan bahwa warga Haiti menghadapi salah satu krisis hak asasi manusia terburuk dalam beberapa dekade.
Pada September tahun lalu, geng-geng memperburuk situasi kemanusiaan dengan memblokir terminal bahan bakar selama enam minggu, menghentikan sebagian besar kegiatan ekonomi. Dewan Keamanan PBB pada Oktober memberikan sanksi kepada gangster paling kuat di Haiti, yang dituduh memimpin blokade untuk memprotes pemotongan subsidi bahan bakar pemerintah.
Amerika Serikat dan Kanada juga telah memberlakukan sanksi terhadap tokoh politik dan pebisnis Haiti.
Meskipun ada dukungan luas untuk proposal Guterres untuk membentuk pasukan aksi cepat dengan beberapa negara menyatakan minat untuk berkontribusi, tidak ada yang secara sukarela memimpin pengerahan, kata para diplomat.
Negara-negara berhati-hati dalam mendukung pemerintahan Perdana Menteri Ariel Henry yang tidak dipilih, yang mengatakan pemilihan yang adil tidak dapat diadakan di bawah ketidakamanan saat ini. Haiti tidak memiliki perwakilan terpilih sejak Januari.
Henry, yang mengambil alih kekuasaan pada Juli 2021 beberapa hari setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise, telah berjanji untuk meninggalkan jabatannya pada 7 Februari 2024, setelah berulang kali menunda pemilihan dengan alasan pertama gempa bumi Agustus 2021 yang menewaskan lebih dari 2.000 orang, dan kemudian kekerasan oleh geng tersebut.