TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Taliban di Provinsi Kandahar, Afghanistan memerintahkan pekerja bantuan perempuan pada minggu ini untuk berhenti bekerja pada sektor bantuan pengungsi, menurut sebuah surat resmi pada Jumat.
Hal ini memperkuat aturan terhadap perempuan yang bekerja, meskipun ada pengecualian yang diminta oleh beberapa lembaga bantuan.
Surat dari Kementerian Pengungsi di Kandahar, mengatakan lembaga bantuan telah melanggar perintah terkait pekerjaan untuk membantu pengungsi di Spin Boldak, sebuah kota dekat perbatasan dengan Pakistan.
Surat yang diterima Reuters itu juga telah dikonfirmasi oleh juru bicara gubernur provinsi.
"Semua organisasi mitra yang bekerja sama dengan Departemen Pengungsi dan Repatriasi Spin Boldak harus meminta rekanan perempuan mereka untuk tidak datang ke tempat kerja dan tinggal di rumah sampai pemberitahuan lebih lanjut," kata surat itu.
Seorang juru bicara kantor koordinasi kemanusiaan PBB mengatakan PBB telah menerima informasi itu dan kini tengah mencari kejelasan.
Surat itu menggarisbawahi ketidakpastian lingkungan operasi di Afghanistan untuk lembaga bantuan yang berniat untuk tinggal dan memberikan pertolongan selama krisis kemanusiaan.
Lembaga bantuan meminta pengecualian untuk mengijinkan staf perempuan bekerja sebagai usaha untuk menjangkau penerima manfaat perempuan dan menghindari pelanggaran prinsip-prinsip piagam PBB.
Pemerintahan Taliban memberi isyarat pada Januari bahwa mereka akan merumuskan seperangkat pedoman tertulis yang memungkinkan kelompok bantuan untuk beroperasi dengan staf perempuan dalam beberapa kasus. Namun, hingga kini belum melakukannya.
"Seperti yang telah diketahui, menurut keputusan pemimpin tertinggi, para pekerja perempuan organisasi tidak dapat bekerja sampai pemberitahuan lebih lanjut. Sayangnya, beberapa organisasi mitra telah meminta karyawan perempuan mereka untuk tetap bekerja dengan pelanggaran yang mencolok," surat itu menambahkan, mengacu pada Haibatullah Akhundzada, pemimpin spiritual tertinggi Taliban yang berbasis di Kandahar.
Sementara itu, Dewan Pengungsi Norwegia, sebuah LSM internasional, pada Mei mengatakan telah mengetahui pengecualian bekerja untuk staf perempuan di sana. Namun, juru bicara LSM itu kini menolak mengomentari surat tersebut.
Pembatasan Taliban terhadap pekerja bantuan perempuan dan akses ke pendidikan telah banyak dikritik oleh komunitas internasional. Para diplomat mengatakan jalan menuju pengakuan formal atas pemerintah Taliban akan sulit ditempuh hingga Taliban mencabut larangan itu.
Taliban, yang mengambil alih kekuasaan di Afghanistan setelah Amerika Serikat menarik pasukan yang mendukung pemerintahan terpilih pada 2021, mengatakan mereka menghormati hak-hak perempuan sesuai dengan interpretasi mereka terhadap hukum Islam dan adat setempat.
Pilihan Editor: Mengenal Apartheid Gender, Diskriminasi Taliban ke Perempuan Menurut PBB
REUTERS