TEMPO.CO, Jakarta – Pihak berwenang Uganda menyatakan 20 orang telah ditahan untuk diinterogasi ihwal kemungkinan peran mereka dalam pembantaian massal. Sebagian besar dari 42 orang yang tewas akhir pekan lalu oleh kelompok Islamis Allied Democratic Forces (ADF) adalah pelajar.
“Mereka kolaborator ADF," kata kepolisian negara itu dalam sebuah pernyataan, Senin, 19 Juni 2023.
Mereka yang ditahan, kata polisi, termasuk kepala sekolah.
Sekelompok pejuang dari pemberontak yang terkait dengan ISIS menyerbu Sekolah Menengah Lhubirira di Mpondwe sekitar pukul 23:30 waktu setempat pada Jumat, 15 Juni 2023. Sekolah itu terletak sebuah kota di perbatasan Uganda dengan Republik Demokratik Kongo.
Mereka membakar satu asrama yang menampung anak laki-laki dan memasuki asrama lain tempat tinggal anak perempuan. Pelaku mulai memotong korban menggunakan parang.
Dari 42 orang yang tewas dalam serangan itu, 37 di antaranya adalah pelajar.
Korban siswa termasuk seorang gadis berusia 12 tahun di tahun pertama pendidikan sekolah menengahnya, menurut polisi.
Tujuh belas mayat yang ditemukan dibakar tanpa bisa dikenali. Tes DNA digunakan untuk mengidentifikasi mayat-mayat itu.
"Semua 17 mayat yang terbakar adalah laki-laki dan luka bakar tersebar di seluruh tubuh, baik depan maupun belakang. Salah satu korban memiliki luka tembak tambahan," kata polisi.
ADF didirikan di Uganda pada 1990-an. Selama bertahun-tahun, para pemberontak berperang melawan pemerintahan Presiden Yoweri Museveni dari markas mereka di Pegunungan Rwenzori yang melintasi perbatasan Uganda dengan Kongo.
Akhirnya, militer Uganda mencabutnya. Kemudian kelompok itu melarikan diri ke hutan lebat di Kongo timur – tempat mereka selama bertahun-tahun disalahkan atas serangan brutal terhadap warga sipil.
Pejuang ADF sesekali melakukan serangan di dalam Uganda, termasuk pengeboman di Kampala pada 2021.
REUTERS
Pilihan Editor: Cina-AS Sepakat Damai, Begini Tegangnya Hubungan Mereka Selama Puluhan Tahun