TEMPO.CO, Jakarta - Musuh bebuyutan Vladimir Putin, pemimpin oposisi Alexei Navalny, muncul di pengadilan Rusia pada Senin, 19 Juni 2023, untuk menghadapi tuduhan baru yaitu ekstremisme yang dapat memperpanjang hukuman penjaranya selama puluhan tahun.
Sidang berlangsung di penjara IK-6 di Melekhovo, sekitar 235 km timur Moskow, tempat Navalny sudah menjalani hukuman yang jika dijumlahkan menjadi 11-1/2 tahun.
Para pendukungnya menuduh pihak berwenang Rusia mencoba menjebloskannya ke penjara untuk membungkam kritiknya terhadap Presiden Putin, sesuatu yang dibantah oleh Kremlin.
Sebuah dokumen pengadilan bulan lalu menunjukkan dakwaan baru terkait dengan enam pasal berbeda dari hukum pidana Rusia, termasuk menghasut dan mendanai aktivitas ekstremis dan menciptakan organisasi ekstremis.
Rusia telah melarang organisasi kampanye Navalny sebagai bagian dari tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang dimulai jauh sebelum konflik di Ukraina dan telah meningkat dalam hampir 16 bulan sejak invasi. Pekan lalu salah satu pemimpin kampanye regionalnya dipenjara selama 7,5 tahun.
Dalam sebuah tweet yang diposting di akunnya oleh para pendukungnya bulan lalu, Navalny menanggapi dengan ironi yang khas atas tuduhan baru tersebut.
"Yah, Alexei, kamu benar-benar dalam masalah sekarang ... Kantor Kejaksaan Agung telah secara resmi memberiku 3.828 halaman yang menjelaskan semua kejahatan yang telah kulakukan saat sudah dipenjara."
Dia mengatakan, dia tidak diizinkan membaca materi untuk mengetahui apa sebenarnya yang dituduhkan kepadanya karena dia sekali lagi berada di sel isolasi dan hanya mendapat mug dan satu buku.
Navalny, 46 tahun, membuat kelompok oposisi kagum karena secara sukarela kembali ke Rusia pada 2021 dari Jerman, tempat dia dirawat karena apa yang ditunjukkan oleh tes laboratorium Barat sebagai upaya untuk meracuninya dengan agen saraf era Soviet.
Kremlin membantah mencoba membunuhnya dan mengatakan tidak ada bukti dia telah diracuni dengan racun semacam itu.
Belum jelas tindakan atau insiden spesifik mana yang dirujuk oleh dakwaan baru tersebut.
Salah satunya berkaitan dengan "rehabilitasi Nazisme" - kemungkinan referensi ke deklarasi dukungan Navalny untuk Ukraina, yang pemerintahnya dituduh Rusia mewujudkan ideologi Nazi. Ukraina dan sekutu Baratnya menolak tuduhan itu sebagai tidak berdasar.
Pada bulan April, penyelidik secara resmi mengaitkan pendukung Navalny dengan pembunuhan Vladlen Tatarsky, seorang blogger militer populer dan pendukung kampanye militer Rusia di Ukraina yang terbunuh oleh bom di St Petersburg.
Komite Anti-terorisme Nasional Rusia (NAC) mengatakan intelijen Ukraina telah mengatur pengeboman dengan bantuan pendukung Navalny.
Ini tampaknya merujuk pada fakta bahwa seorang tersangka yang ditangkap atas pembunuhan tersebut pernah mendaftar untuk mengambil bagian dalam skema pemungutan suara anti-Kremlin yang dipromosikan oleh gerakan Navalny.
Sekutu Navalny membantah ada kaitan dengan pembunuhan itu. Ukraina mengaitkannya dengan "terorisme domestik".
REUTERS
Pilihan Editor Bertemu Jokowi, Kaisar Naruhito Harap Jepang dan RI Terus Bersahabat