TEMPO.CO, Jakarta - Jeong Yong-mun membuka pintu sebuah aula yang gelap gulita. Rasa seram menyergap. Saat lampu dinyalakan, terlihat aula itu dipenuhi puluhan peti mati kosong. Dibagian depan deretan peti mati itu, ada sebuah altar untuk memberikan penghormatan pada orang yang sudah meninggal dan satu lemari kaca yang berisi guci berbagai ukuran yang biasa digunakan untuk menyimpan abu kremasi.
Jeong, Kepala Baekseok Well-Dying healing center, menjelaskan Welldying Healing Center pertama kali didirikan pada 2012 atau saat Korea Selatan secara menyedihkan berada diurutan pertama dengan angka rata-rata bunuh diri tertinggi di antara negara anggota OECD. Berdasarkan data statistik Korea Selatan, angka bunuh diri pada 2021 atau saat pandemi Covid-19, mengalami kenaikan menjadi 26 dari setiap 100 ribu orang. Jumlah itu naik 0.3 dibanding setahun sebelumnya.
“Saya sebelumnya pernah bekerja di sebuah usaha jasa pemakaman. Saya kemudian ingin merealisasikan pentingnya menghargai hidup bagi mereka yang mempertimbangkan diri ingin bunuh diri setelah mencoba sejumlah usaha untuk mengakhiri hidup. Jadi, munculah tempat ini agar orang bisa ‘merasakan’ meninggal,” kata Jeong, Kamis, 11 Mei 2023.
Jeong Yong-mun, Profesor bidang divisi kesejahteraan sosial dari Baekseok Well-Dying healing center. Sumber: Shin
Jeong menceritakan sejak Baekseok Well-Dying didirikan, sudah 35 ribu orang mengikuti program ‘pura-pura mati’ ini. Pada 2020, program ini dihentikan sementara karena pandemi Covid-19 dan baru dibuka kembali sembilan bulan lalu. Pada April 2023, tercatat ada sekitar 200 orang datang mengikuti rangkaian ‘pura-pura mati’.
Mereka yang datang ke Baekseok Well-Dying healing center berasal dari berbagai kelompok usia dan kalangan mulai dari pelajar, masyarakat umum hingga lansia. Para peserta yang hadir juga dari berbagai daerah di Korea Selatan, bahkan ada pula WNA di Korea Selatan yang menjajal ‘pura-pura mati’.
Sejumlah universitas di Korea Selatan ada yang menerbitkan kurikulum agar para mahasiswa berpartisipasi dalam pengalaman ‘pura-pura mati’ ini sebagai pendidikan batiniah. Baekseok Well-Dying healing center mencatat usia termuda yang pernah mengikuti ‘pura-pura mati’ adalah 12 tahun, di mana mereka diajak oleh orang tua, tujuannya untuk mengajarkan kalau semua orang bakal meninggal, termasuk anggota keluarga mereka. Dengan begitu, mereka harus saling meyayangi.
Jeong memastikan mereka yang mengikuti prosesi ‘pura-pura mati’ ini, bukan berarti orang yang sedang frustrasi atau depresi. Sebab banyak yang datang dengan tujuan belajar, misal para perawat yang hendak bertugas di unit palliative care – di mana mereka bertugas menangani pasien-pasien penyakit kritis. Sekitar 40 persen mereka yang datang ke Baekseok Well-Dying adalah pelajar.
Tak dipungkiri Jeong, ada pula yang datang karena sedang tertekan, misal karena masalah keluarga, pernikahan dan tekanan sekolah (pelajaran). Salah satu pengalaman tak terlupakan oleh Jeong adalah saat ada seorang ibu datang ke tempatnya, di mana ibu tersebut mengira Baekseok Well-Dying sebagai tempat untuk latihan melakukan percobaan bunuh diri (ternyata keliru).
Usut punya usut, perempuan yang tidak dipublikasi identitasnya itu sangat ingin bunuh diri karena sedang terlilit utang. Setelah menjajal ‘dikubur’ dalam peti mati sekitar 10 menit, perempuan itu tersadar akan pentingnya hidup. Dia pun lalu menemukan solusi dari permasalahannya setelah berdiskusi dengan keluarga.
Mereka yang ingin mencoba ‘pura-pura mati’, harus mendaftar ke website resmi Baekseok Well-Dying. Kegiatan ini, dilakukan dua kali dalam sepekan dan gratis. Dalam satu sesi ‘pura-pura mati’, hanya bisa dilakukan oleh sekitar 20 peserta karena keterbatasan peti mati.
Sebelum masuk ke dalam peti mati, para peserta akan dipotret, di mana biasanya foto ini akan dipajang sebagai kenang-kenangan bagi keluarga yang ditinggal wafat. Peserta lalu bersama-sama mendengarkan ceramah, bersalin dengan pakaian yang biasa dikenakan untuk membungkus mayit. Selanjutnya, mereka diminta membuat surat wasiat dan masuk ke dalam peti mati yang benar-benar ditutup sekitar 10 menit.
Jeong memperkirakan jumlah orang yang berkunjung ke Baekseok Well-Dying bakal meningkat ke depannya seiring prediksi naiknya jumlah orang yang konsultasi terkait-bunuh diri dan bertambahnya populasi lansia di Negeri Gingseng. Terkait lansia, Jeong menyebut manula yang datang ke tempatnya biasanya untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian karena banyak hal yang harus dipersiapkan, misalnya menyiapkan surat wasiat dan keinginan bagaimana hendak dikebumikan.
Menurutnya, sebagian besar pemicu orang Korea Selatan bunuh diri karena masalah kemiskinan dan dikucilkan oleh keluarga. Oleh sebab itu, penting untuk tidak membandingkan hidup yang dijalani dengan kehidupan orang lain, khususnya membandingkan dengan mereka yang hidupnya lebih kaya.
“Penting untuk punya standar dan menentukan tujuan sendiri. Buat sendiri ukuran kebahagiaan yang sesuai untuk Anda. Jangan berpatokan pada standar yang ditetapkan orang lain,” pungkas Jeong.
Suci Sekar | Shin Sangdoo
Pilihan Editor: PM Jepang Fumio Khisida Minta Maaf ke Korea Selatan karena Penjajahan Masa Lalu, Ini Profilnya
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.
Catatan redaksi:
Jangan remehkan depresi. Untuk bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri:
Dinas Kesehatan Jakarta menyediakan psikolog GRATIS bagi warga yang ingin melakukan konsultasi kesehatan jiwa. Terdapat 23 lokasi konsultasi gratis di 23 Puskesmas Jakarta dengan BPJS.
Bisa konsultasi online melalui laman https://sahabatjiwa-dinkes.jakarta.go.id dan bisa dijadwalkan konsultasi lanjutan dengan psikolog di Puskesmas apabila diperlukan.
Selain Dinkes DKI, Anda juga dapat menghubungi lembaga berikut untuk berkonsultasi:
Yayasan Pulih: (021) 78842580.
Hotline Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan: (021) 500454
LSM Jangan Bunuh Diri: (021) 9696 9293
P