TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan Indonesia secara senyap sudah berkomunikasi dengan sejumlah pemangku kepentingan di Myanmar. Jelang KTT ASEAN di Labuan Bajo pekan depan, Indonesia dengan tegas meminta penghentian kekerasan di Myanmar.
“Kita menyerukan penghentian kekerasan yang memakan korban sipil cukup banyak. Indonesia sebagai Ketua ASEAN mengecam keras penggunaan kekerasan yang mengakibatkan korban sipil yang makin banyak,” kata Retno dalam pernyataan pers di Jakarta, Jumat, 5 Mei 2023.
Myanmar dilanda kekerasan dan gejolak ekonomi sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 2021. Tatmadaw melancarkan tindakan keras terhadap lawan, beberapa di antaranya melarikan diri ke luar negeri untuk membentuk pemerintahan di pengasingan, NUG.
Pihak lainnya bergabung dengan kelompok perlawanan bersenjata nasional, yang bersekutu dengan NUG dan beberapa tentara etnis minoritas dalam memerangi junta.
Retno menyebut upaya Indonesia ini merupakan implementasi dari lima butir konsensus yang yang disepakati ASEAN untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.
Solusi damai yang dikenal Five Point Consensus itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda akan berakhirnya kekerasan di Myanmar. Lebih dari 100 orang tewas pada 11 April dalam serangan udara oleh militer di sebuah desa, menurut aktivis oposisi dan media.
Para pemimpin ASEAN telah kehilangan kesabaran dengan junta atas kegagalannya untuk mengimplementasikan konsensus perdamaian dan serangan terus-menerus terhadap lawan. Blok tersebut sejak akhir 2021 melarang junta menghadiri pertemuan tingkat tinggi hingga kemajuan terlihat.