TEMPO.CO, Jakarta - Melalui keterangan tertulisnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal berujar bahwa setidaknya akan ada 50 hingga 100 ribu buruh yang menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di depan Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi pada Senin, 1 Mei 1012.
Nantinya, peringatan May Day akan direncanakan dilaksanakan secara serentak di berbagai kota di seluruh Indonesia.
“Khusus di Jakarta, setelah melakukan aksi demo di Istana dan MK, buruh akan mengikuti May Day Fiesta di Istora Senayan," ujar Said Iqbal lewat keterangan tertulis seperti dilansir oleh tim Tempo pada Kamis, 27 April 2023.
Nantinya, untuk memperingati May Day 2023, Partai Buruh dan elemen serikat buruh lainnya akan menyiapkan 6 tuntutan, antara lain:
- Cabut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja
- Cabut Parliamentary Threshold 4 persen
- Sahkan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT)
- Tolak RUU Kesehatan
- Reformasi Agraria dan Kedaulatan Pangan
- Pilih Presiden 2024 yang pro buruh dan kelas pekerja
“Juga akan ada calon presiden (Capres) yang akan jadir dalam May Day Fiesta di Istora Senayan untuk memberikan ucapan selamat Hari Buruh Internasional,” kata Said Iqbal.
Sejarah Hari Buruh Internasional
Sejarah Hari Buruh Internasional atau International Workers Day of May merupakan sejarah perjuangan kelas buruh dalam memperjuangkan haknya sebagai seorang buruh.
Seperti dilansir dari laman archive.iww.org, sejarah perjuangan tersebut dimulai pada akhir abad ke-19, ketika buruh pada saat itu sering menggelar aksi demonstrasi untuk memperjuangkan hak 8 jam kerja.
Sebelumnya, pada saat itu merupakan hal yang lumrah dan wajar jika seorang buruh bekerja selama 10 hingga 16 jam sehari. Selain itu, durasi kerja yang panjang juga diperparah dengan kondisi kerja yang tidak aman sehingga banyak buruh yang meninggal akibat kecelakaan kerja. Fenomena tersebut pun menginspirasi Friedrich Engels untuk menulis buku yang berjudul “The Condition of Working Class in England” yang menceritakan kondisi kehidupan buruh Inggris pada periode akhir 1800-an.
Perjuangan kaum buruh untuk memperjuangkan haknya dimulai pada 1884 di Konvensi Nasional Buruh yang diadakan di Chicago, Amerika Serikat. Federation of Organized Trades and Labor Unions atau FOTLU merupakan serikat buruh yang menggagas konvensi tersebut dengan tujuan bahwa hak 8 jam kerja harus secara formal dikonstitusikan setelah 1 Mei 1886.
Sekitar 300.000 pekerja pada 1886 yang tersebar dari 13.000 industri dari seluruh Amerika Serikat turun ke jalan untuk memperingati hari Buruh yang dirayakan untuk pertama kalinya. Namun demikian, hal tersebut tidak berdampak secara signifikan, hingga dua hari kemudian karena aksi mogok yang terus dilakukan, pemerintah mulai menerjunkan polisi untuk meredam aksi pemogokan di pabrik McCormick. Dalam aksi tersebut, empat orang dari pihak buruh tewas akibat aksi brutal polisi yang melakukan penembakan secara membabi-buta.
Pada hari berikutnya, yakni 4 Mei 1886, para buruh memutuskan untuk melakukan pertemuan di Lapangan Haymarket. Namun karena cuaca yang buruk dan penyebaran informasi yang tidak merata, pertemuan tersebut hanya didatangi ratusan orang, saat pidato akan berakhir sebuah bom meledak di kerumunan polisi dan menyebabkan satu orang tewas dan 70 lainnya luka. Menyikapi ledakan tersebut, polisi melakukan penembakan di kerumunan pekerja dan menyebabkan 200 orang terluka dan banyak buruh yang tewas.
Dengan berlalunya kerusuhan yang terjadi Lapangan Haymarket dan rentetan peristiwa lainnya yang terjadi pada 1 Mei, pada Kongres Internasional Kedua, di Paris, 1889, 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur pekerja dan Hari Buruh Internasional. Selain itu, penetapan tanggal tersebut sebagai Hari Buruh Internasional juga untuk memperingati para martir Haymarket yang gugur memperjuangkan hak 8 jam kerja kaum buruh.
Pilihan editor : Ganjar Pranowo akan Ikut Aksi May Day, KPSI: Calon Presiden Lain Tidak Ikut
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung.