Seorang tokoh jangkung yang mengesankan, Hemedti kemudian membentuk milisi pro-pemerintah dari suku nomaden Arab, yang secara lokal dikenal sebagai janjaweed, yang kemudian dia ubah menjadi RSF yang lebih beragam.
Mahkamah Pidana Internasional mendakwa Bashir dan pejabat tinggi lainnya dengan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Darfur, yang dimulai pada 2003 dan di mana sebanyak 300 ribu orang tewas dan 2,7 juta orang mengungsi. Tidak ada tuntutan yang diajukan terhadap Hemedti.
Ketika Bashir membutuhkan perlindungan dari para pesaingnya selama 30 tahun masa berkuasanya, ia memilih Hemedti sebagai penegak hukumnya, kata orang-orang dalam. Terkesan oleh kecerdikan dan keahliannya berperang, Bashir mengandalkannya untuk berhadapan dengan musuh-musuh negara dalam konflik Darfur dan di tempat lain di Sudan.
Milisi RSF Hemedti dilegitimasi. Dia memperoleh pangkat letnan jenderal dan memiliki kebebasan untuk merebut tambang emas di Darfur dan menjual sumber daya Sudan yang paling berharga. Saat Sudan tertatih-tatih dari satu krisis ekonomi ke krisis lainnya, Hemedti menjadi kaya.
“Saya bukan orang pertama yang memiliki tambang emas. Memang benar, kami memiliki tambang emas dan tidak ada yang menghalangi kami untuk bekerja di emas,” kata Hemedti dalam wawancara dengan BBC.
Hemedti juga menjalin pertemanan yang kuat di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab setelah dia mengirim pasukan RSF untuk mendukung mereka melawan pemberontak yang berpihak pada Iran dalam perang saudara Yaman.
Setelah bertahun-tahun mendukung Bashir, pada 2019 Hemedti mengambil peran dalam pelengseran sekutu lamanya, yang menghadapi tekanan dari protes-protes massa yang menyerukan demokrasi dan diakhirinya kesulitan ekonomi.
Berdasarkan sebuah kemitraan sipil-militer yang dibentuk setelah penggulingan Bashir, Hemedti tidak menyia-nyiakan waktu dalam usaha membentuk masa depan Sudan, yang diperintah selama sebagian besar sejarah pasca-kolonialnya oleh para pemimpin militer, yang merebut kekuasaan dalam peralihan. Dia berbicara di depan umum tentang perlunya "demokrasi sejati", bertemu dengan duta besar Barat dan mengadakan pembicaraan dengan kelompok pemberontak.
“Hemedti berencana menjadi orang nomor satu di Sudan. Dia memiliki ambisi yang tidak terbatas,” kata seorang tokoh oposisi yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.
RSF melancarkan kekerasan berdarah pada sebuah kamp protes pada 2019 di luar Kementerian Pertahanan setelah penggulingan Bashir, kata saksi mata. Lebih dari 100 orang tewas. Hemedti membantah telah memerintahkan penyerangan itu.
Militer pada Oktober 2021 merebut kekuasaan dan mengumumkan keadaan darurat, mengakhiri kesepakatan pembagian kekuasaan sipil-militer dalam sebuah langkah yang dikecam oleh kelompok-kelompok politik sebagai kudeta militer.
Dalam sebuah pernyataan video, Hemedti mengatakan tentara merebut kekuasaan untuk “memperbaiki arah revolusi rakyat” dan mencapai kestabilan.
Hemedti mengatakan militer siap untuk menyerahkan kekuasaan jika ada kesepakatan atau pemilihan. Banyak orang Sudan tidak yakin. Tetapi perpecahan antara RSF Hemedti dan tentara mempersulit upaya-upaya untuk mengembalikan pemerintahan sipil.
Tentara Sudan, pekan ini, memperingatkan risiko konfrontasi setelah mobilisasi oleh kelompok paramiliter Hemedti, menggarisbawahi meningkatnya gesekan antara pasukan yang bersaing.
"Saya telah lama percaya bahwa dia (Hemedti) adalah ancaman nyata tidak hanya bagi transisi demokrasi Sudan tetapi juga bagi kelangsungan hidupnya sebagai sebuah negara," kata Ahmed T. el-Gaili, seorang pengacara Sudan.