TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, menyampaikan keprihatinannya atas situasi terkini di Sudan, yang tengah dilanda konflik mematikan sejak akhir pekan lalu.
“Indonesia menyerukan penyelesaian konflik secara damai,” tulis Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan tertulis yang dibagikan di Twitter pada Selasa, 18 April 2023.
Baca Juga:
“Keselamatan dan kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas,” cuitnya dalam utas yang sama.
Perebutan kekuasaan di Sudan telah menggagalkan peralihan ke pemerintahan sipil dan menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas. Pertempuran antara pasukan bersenjata dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pecah pada Sabtu, 15 April 2023.
Asap menyelimuti ibu kota pada Senin, 17 April 2023, dan penduduk melaporkan gemuruh serangan udara, tembakan artileri. Penembakan yang terjadi memaksa otoritas menutup rumah sakit di kota yang tidak terbiasa dengan kekerasan.
Utusan PBB Volker Perthes menyebut, pertempuran antara tentara dan milisi RSF telah menewaskan sedikitnya 185 orang dan melukai lebih dari 1.800 orang.
Kementerian Luar Negeri terus memantau kondisi warga negara Indonesia (WNI) di Sudan. Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI mengatakan kepada Tempo melalui pesan singkat, sampai Senin, 17 April 2023, tidak ada WNI yang menjadi korban.
Saat ini tercatat ada sekitar 1.209 WNI yang menetap di Sudan. Dalam pesan kepada Tempo, Senin, Judha menjelaskan, pihak pemerintah sudah menyiapkan rencana kontinjensi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan.
Faksi-faksi yang bertikai di Sudan sama-sama mengklaim telah memperoleh keuntungan pada Senin karena kekerasan memutus aliran listrik dan air di ibu kota. Utusan PBB untuk Sudan mengatakan kedua belah pihak tidak menunjukkan tanda-tanda bersedia untuk bernegosiasi.
Pertempuran di Ibu Kota Khartoum dan kota kembar Omdurman dan Bahri yang bersebelahan, sejak Sabtu adalah yang terburuk dalam beberapa dasawarsa. Ini berisiko memisahkan Sudan antara dua faksi militer yang telah berbagi kekuasaan selama transisi politik yang sulit.
Mesir dan Uni Emirat Arab sedang mengerjakan proposal gencatan senjata untuk Sudan, kata dua sumber keamanan Mesir. Kairo adalah pendukung terpenting angkatan bersenjata Sudan.
Sementara paramiliter menjalin hubungan dengan kekuatan asing termasuk Uni Emirat Arab dan Rusia.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Pelempar Bom Asap Diduga Punya Dendam Politik ke Pemerintahan Fumio Kishida