TEMPO.CO, Jakarta - Kanselir Jerman Olaf Scholz mendesak kesepakatan dagang antara Uni Eropa dan Indonesia sebagai bagian dari upaya negaranya untuk mengurangi ketergantungannya pada Cina atas bahan baku penting.
Scholz berbicara masalah ini pada pembukaan pameran perdagangan tahunan Hannover pada Ahad, 16 Maret 2023. Kanselir mengatakan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo bahwa kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa berpotensi menciptakan kawasan ekonomi yang mencakup 700 juta orang.
“Saya sedang bekerja untuk akhirnya mencapai kesepakatan ini,” kata Scholz tentang negosiasi antara Jakarta dan Brussel, yang telah berlangsung sejak 2016.
Scholz mengatakan dia juga berharap tentang pembicaraan antara UE dan blok Mercosur di Amerika Selatan, Meksiko, Australia, Kenya, dan India.
“Di sini juga, dinamika baru telah muncul dalam beberapa bulan terakhir,” katanya. Dia menambahkan bahwa kesepakatan semacam itu diperlukan untuk membantu negara-negara mengurangi ketergantungan mereka pada pasar tertentu.
Jerman sangat khawatir menjadi terlalu bergantung pada Cina, termasuk untuk komoditas penting yang dibutuhkan untuk digitalisasi dan pergeseran menuju ekonomi nol karbon. “Saat ini kami mengimpor banyak dari Cina,” kata Scholz.
“Dan itu terlepas dari fakta bahwa tanah jarang, tembaga, atau nikel seringkali tidak diekstraksi di sana, tetapi di negara-negara seperti Indonesia, Chili, atau Namibia,” katanya. “Kami ingin mengubahnya.”
Scholz mengatakan membangun fasilitas pemrosesan untuk bahan mentah semacam itu di negara tempat ditemukannya akan menguntungkan ekonomi lokal dan harus menjadi bagian dari kesepakatan perdagangan baru.
Cina juga merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Pada 2022, total perdagangan bilateral mencapai rekor baru senilai US$133,65 miliar atau sekitar Rp2 kuadriliun.
Sementara untuk investasi, tahun lalu, Cina menjadi investor ke-2 terbesar Indonesia. Di kuartal terakhir tahun lalu, Cina bahkan menjadi investor pertama Indonesia.