Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini memilih pendekatan diplomasi diam-diam dalam menangani krisis Myanmar. Tidak adanya keterbukaan soal penanganan isu ini menjadi pertanyaan publik.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam pengarahan media awal bulan ini soal triwulan pertama keketuaan Indonesia di ASEAN, menegaskan kepemimpinan ada di jalur yang benar. Mengenai masalah Myanmar, Retno hanya menjelaskan sudah menjalin komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mendorong dialog nasional.
Kementerian Luar Negeri menolak untuk menjelaskan pihak mana saja yang sudah diraih oleh Indonesia di Myanmar selama keketuaan ASEAN tiga bulan ini, dengan alasan sensitivitas isu.
Lina mengaku memahami pendekatan diam-diam yang dilakukan pemerintah. Namun dia berpandangan, Jakarta juga perlu menyeimbangan ruang komunikasi yang kosong itu dan menjalin interaksi dengan stakeholder yang relevan, supaya bisa memberikan sinyal terjadi kerja diplomasi tertutup – yang menyatakan semuanya berjalan dengan baik.
“Ini ada break thru gak, ada progres gak, kalau kemudian di summit tidak ada yang bisa dipresentasikan – sebagai satu titik kemajuan positif dalam penyelesaian krisis myanmar, habis kita. Banyak orang menganggap quiet itu ternyata kosong, tidak terjadi apa-apa di dalam,” kata Lina merujuk pada konferensi tingkat tinggi di Labuan Bajo pada 9-11 Mei 2023.
Senada dengan Lina, Amnesty International menganggap lima butir konsensus yang telah didorong selama ini jelas tidak dihiraukan oleh Junta Myanmar. Lembaga itu, melalui pernyataan pada Kamis, 13 April 2023, mendesak ASEAN supaya melakukan upaya baru yang lebih tegas di KTT ASEAN mendatang demi menghentikan krisis hak asasi manusia di Myanmar.
Pelapor Khusus PBB untuk masalah HAM di Myanmar Tom Andrews melalui Twitter, mengatakan, serangan junta militer terhadap orang-orang tak bersalah, termasuk serangan udara di Sagaing pada Selasa, dimungkinkan oleh ketidakpedulian dunia dan mereka yang memasok senjata.
Sementara Kelompok Aktivis Justice for Myanmar menyerukan ASEAN supaya mengakhiri keterlibatannya dalam kekejaman militer Myanmar. “Berhenti mengizinkan militer untuk berpartisipasi dalam pertemuan, pelatihan, pertukaran intelijen, produksi senjata & badan pertahanan terkemuka,” cuit grup itu di media sosial.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Rusia Mati-matian Gempur Bakhmut di Timur Ukraina