Ratusan demonstran berunjuk rasa di Ibu Kota Lima pada Jumat, 17 Mei 2024, menuntut penghapusan undang-undang baru yang menggambarkan transgender dan jenis LGBT lainnya masuk kategori sebuah penyakit mental demi bisa mendapatkan akses kesehatan. Sekitar 500 demonstran melakukan aksi jalan secara damai di sejumlah jalanan Ibu Kota Lima sambil membawa spanduk dengan tulisan ‘jangan ada stigma’ dan ‘identitas saya bukan sebuah penyakit’.
Undang-undang soal LGBT masuk penyakit mental itu, disetujui secara administratif pada pekan lalu oleh Presiden Peru Dina Boluarte. Mereka yang mengidentifikasi sebagai transgender, dan jenis penyimpangan identitas gender lainnya dianggap terdiagnosis sebagai penyakit yang berhak mendapat perawatan kesehatan mental baik di fasilitas swasta atau pun negeri.
Dalam unjuk rasa itu, kantor Kementerian Kesehatan Peru menjadi sasaran. Namun untungnya tidak terjadi bentrokan.
“Identitas gender tidak boleh lagi dianggap patologi,” kata aktivis Gahela Cari Contreras, yang menuduh Pemerintahan Boluarte sedang mencoba menginjak-injak hak-hak kalangan LGBT+.
“Kami tidak akan membiarkan mereka (pemerintah) melakukan hal itu,” kata Contreras
Sejumlah kritik menyebut pembaharuan aturan kesehatan dalam PEAS tidak diperlukan. Sebab peraturan yang ada sudah mengizinkan terbukanya akses kesehatan mental untuk siapapun. Sedangkan Lima menilai kontroversi ini sebagai sebuah kesalahfahaman.
Dalam sebuah pernyataan tertulis setelah undang-undang itu disahkan, Kementerian Kesehatan Peru berkeras menolak stigmatisasi LGBTQ+. Undang-undang ini secara hukum untuk memastikan mereka (LGBTQ) terlindungi kesehatannya secara penuh. “Kementerian Kesehatan menegaskan kembali menghormati martabat seseorang dan kebebasan dalam kerangka HAM, serta memberikan layanan kesehatan untuk kebaikan mereka sendiri,” demikian pernyataan Kementerian Kesehatan Peru.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Peru Kategorikan Transgender sebagai Penyakit Mental
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini