TEMPO.CO, Jakarta - Miran Krikorian, pemilik Taboon dan Wine Bar Armenia di Kota Tua Yerusalem tidak terkejut menerima telepon pada malam tanggal 26 Januari bahwa segerombolan pemukim Israel menyerang barnya di Kawasan Kristen dan meneriakkan “Matilah orang Arab… Matilah orang Kristen .” Demikian dilansir Al Jazeera, Minggu, 9 April 2023.
Ia juga tidak terkejut tentang betapa kecilnya upaya polisi untuk menangkap para pelaku. Setelah beberapa media memuat tentang serangan itu dan tak ada penangkapan, dua bulan kemudian polisi memberitahunya mereka menahan tiga tersangka di antara massa penyerang. Tetapi mereka juga meminta video pengawasannya, meskipun video tersebut sudah daring dan kamera pengintai ada di mana-mana di Kota Tua.
“Anda memiliki kamera-kamera di atas yang bisa menunjukkan pakaian dalam apa yang sedang dipakai seseorang, jadi mengapa Anda meminta rekaman gambar saya dua bulan kemudian?” tanya Krikorian.
Mudah bagi Krikorian untuk mengidentifikasi banyak pelaku – mereka tampil daring dan memberi penilaian satu bintang untuk restorannya setelah serangan itu – tetapi ketika ia pergi ke kantor polisi malam itu, petugas di sana membentaknya: “Jangan ganggu saya.”
Beberapa hari kemudian, orang-orang Armenia sepulang dari upacara peringatan di Kawasan Armenia mengatakan bahwa mereka diserang oleh pemukim Israel yang membawa tongkat. Seorang warga Armenia disemprot merica saat para pemukim memanjat tembok biara Armenia, mencoba menurunkan benderanya, yang memiliki salib di atasnya. Ketika orang-orang Armenia mengusir mereka, para pemukim mulai berteriak: "Serangan teroris", mendorong polisi perbatasan terdekat untuk menodongkan senjata ke arah orang-orang Armenia, memukuli dan menahan salah satu dari mereka.
Sikap bermusuhan fundamentalis Yahudi terhadap komunitas Kristen Yerusalem bukanlah hal baru, dan bukan hanya orang Kristen Ortodoks Armenia yang menderita karenanya. Imam dari semua denominasi mengatakan kerap diludahi selama bertahun-tahun. Sejak 2005, perayaan Kristen di sekitar Pekan Suci, khususnya Sabtu Api Kudus, telah membawa barikade militer dan perlakuan kasar dari tentara dan pemukim, dengan jumlah jemaat yang diizinkan masuk ke dalam Gereja Makam Suci sangat terbatas, dari sebanyak 11.000 secara historis selama upacara Api Kudus sekarang menjadi 1.800 orang sejak tahun lalu, dengan alasan masalah keamanan.