TEMPO.CO, Jakarta -Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Jumat lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan Presiden Rusia Vladimir Putin atas kejahatan perang di Ukraina.
Langkah pengadilan Kriminal Internasional yang berbasis di Belanda tersebut langsung menarik perhatian dunia.
Isu utama dalam penangkapan Putin adalah deportasi ilegal terhadap anak-anak. Untuk itu, ICC juga memberlakukan perintah penangkapan tersebut bagi Komisaris Rusia untuk Hak Anak, Maria Lvova-Belova.
ICC lantas memberlakukan langkah hukum yang berani dengan mewajibkan 123 negara anggota mahkamah untuk menangkap Putin dan mengirimnya ke Den Haag untuk diadili jika orang nomor satu di Rusia itu menginjakkan kaki di wilayah mereka.
Namun, Moskow kemudian berulang kali membantah tuduhan bahwa pihaknya telah melakukan kekejaman selama satu tahun invasi Ukraina.
Kremlin pun mengklaim keputusan pengadilan yang dikeluarkan oleh ICC “batal demi hukum” alias dianggap tidak pernah ada atau terjadi. Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa perintah ICC itu “keterlaluan dan tidak dapat diterima”.
Peskov enggan berkomentar ketika ditanya apakah Putin kini takut bepergian ke negara-negara anggota ICC. Sebagai informasi tambahan, ICC sebelumnya juga pernah memerintahkan penangkapan eks Presiden Sudan Omar al-Bashir serta eks Presiden Libya Muammar Gaddafi.