TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan tinggi Pakistan pada Jumat, 17 Maret 2023, membatalkan surat perintah penangkapan untuk mantan Perdana Menteri Imran Khan. Putusan pengadilan itu meredakan pertikaian antara pendukungnya dan pasukan keamanan yang telah meningkat menjadi bentrokan awal pekan ini.
Jaringan berita Geo TV melaporkan Pengadilan Tinggi Islamabad telah membatalkan surat perintah untuk mengizinkan Khan hadir di hadapan pengadilan pada Sabtu, 18 Maret 2023, atas tuduhan secara tidak sah menjual hadiah negara dari pejabat asing yang diberikan kepadanya ketika dia menjadi perdana menteri dari 2018 hingga 2022.
Khan membantah tuduhan itu. Komisi Pemilihan Pakistan telah memutuskan dia bersalah dan melarangnya memegang jabatan publik untuk satu masa jabatan parlemen. Partai politik Khan, Tehreek-e-Insaf, telah mengajukan permohonan ke pengadilan, pengadilan tinggi lainnya di Lahore, untuk menghentikan polisi melakukan penangkapan.
Mantan pemain kriket internasional itu terlihat dibawa dengan mobil ke pengadilan di Lahore dari rumahnya, yang merupakan tempat pertempuran sengit antara pasukan keamanan yang menggunakan meriam air dan gas air mata melawan para pendukung yang melemparkan bom molotov yang mencoba menghentikan penangkapan itu.
Proses hukum terhadap Khan dimulai setelah dia digulingkan dari jabatannya dalam pemungutan suara parlemen awal tahun lalu. Sejak itu, pria 70 tahun itu menuntut pemilihan cepat dan mengadakan protes di seluruh negeri. Dia ditembak dan terluka di salah satu aksi unjuk rasa itu.
Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif telah menolak tuntutan Khan, dengan mengatakan pemilihan akan diadakan sesuai jadwal pada akhir tahun ini.
Perselisihan politik terjadi ketika Pakistan berjuang mengatasi krisis ekonomi. Negara itu sedang menunggu paket bailout US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 16,9 triliun dari Dana Moneter Internasional (IMF).
REUTERS
Pilihan Editor: Dua Pemimpin Media Belarusia Dihukum 12 Tahun dalam Sidang Tertutup