TEMPO.CO, Jakarta - Adik laki-laki Perdana Menteri Singapura (PM Singapura) Lee Hsien Loong mengatakan secara efektif mengasingkan diri di Eropa, dan "tidak mungkin kembali ke Singapura" karena takut akan persekusi politik.
Lee Hsien Yang mengatakan selama wawancara telepon dengan Kyodo News pada pekan lalu bahwa dia telah mempertimbangkan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden yang akan berlangsung pada September.
Namun, putra bungsu dari perdana menteri pertama Singapura Lee Kuan Yew menyinggung hampir menyerah untuk ikut serta dalam pemilihan yang akan datang karena gelombang serangan verbal terbaru terhadapnya.
"Saya meninggalkan Singapura pada Juni tahun lalu. Saya di Eropa. Saya memilih untuk tidak mengidentifikasi lebih jelas di mana saya berada," katanya dalam wawancara selama 45 menit itu.
Pria berusia 65 tahun itu telah didesak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan oleh "banyak orang, beberapa saya kenal dengan baik, beberapa tidak saya kenal," menambahkan bahwa dia mempertimbangkan suara-suara itu.
Namun dia mengatakan serangan itu membuat situasi seputar pencalonannya menjadi "rumit"."Saya akan menempatkan diri saya dalam risiko jika saya kembali ke Singapura saat ini," katanya.
Menteri Senior Singapura Teo Chee Hean mengatakan pekan lalu bahwa Lee Hsien Yang dan istrinya, Lee Suet Fern, meninggalkan Singapura pada Juni tahun lalu di tengah penyelidikan polisi terkait proses peradilan atas wasiat ayahnya.
Dalam jawaban tertulis kepada parlemen yang diumumkan awal bulan ini, Teo mengatakan keduanya sedang diselidiki atas tuduhan memberikan bukti palsu dalam proses peradilan mengenai surat wasiat tersebut.
Dalam beberapa hari terakhir, media lokal melaporkan penyelidikan tersebut kemungkinan akan mendiskualifikasi Lee Hsien Yang dari kriteria integritas karakter yang ketat yang dikenakan pada calon presiden. Dia telah menolak tuduhan itu.
"Yang menyedihkan adalah saya pikir sebagai akibat dari ini, saya tidak mungkin kembali ke Singapura, setidaknya di masa mendatang," ujar Lee Hsien Yang. "Saya percaya bahwa di Eropa, ada aturan hukum dan tidak mudah bagi pihak berwenang Singapura untuk menyerang saya dan ada banyak cara untuk membela diri."
Saudara-saudara Lee terlibat dalam perseteruan sengit atas nasib rumah keluarga mereka di distrik utama negara kota. Ketidaksepakatan meletus segera setelah kematian ayah mereka pada 2015 yang telah menjabat sebagai perdana menteri selama sekitar tiga dekade dan dihormati dan dipuji atas peran yang dia mainkan dalam kisah sukses Singapura.