TEMPO.CO, Jakarta - Iran pada Selasa, 8 Maret 2023, mengumumkan bahwa mereka telah menangkap tersangka yang terlibat dalam serentetan misteri keracunan massal para siswi. Keracunan massal terjadi pada lebih dari 5.000 orang sejak akhir November tahun lalu.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Senin telah menyerukan agar para pelaku kejahatan yang tak termaafkan itu agar dilacak tanpa ampun. Kementerian Dalam Negeri Iran mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa bahwa sejumlah orang yang diduga memproduksi zat berbahaya telah ditangkap di enam provinsi.
Wakil Menteri Dalam Negeri Iran Majid Mirahmadi mengatakan kepada televisi pemerintah pada Selasa pagi bahwa badan intelijen telah melakukan beberapa penangkapan. "Badan terkait sedang melakukan penyelidikan penuh," menurut Mirahmadi.
Puluhan sekolah di Iran terkena keracunan. Para siswi yang menjadi korban, mengalami gejala mulai dari sesak napas hingga mual dan vertigo. Gejala itu terjadi setelah sebelumnya mereka melaporkan bau yang tidak menyenangkan di lingkungan sekolah. Beberapa siswi dirawat di rumah sakit.
“Sebanyak 25 (dari 31) provinsi dan sekitar 230 sekolah telah terpengaruh. Lebih dari 5.000 anak perempuan dan laki-laki diracuni,” kata Mohammad-Hassan Asafari, anggota komite pencari fakta parlemen, kepada Kantor Berita Pelajar Iran pada Senin, 7 Maret 2023.
“Berbagai tes sedang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis dan penyebab keracunan. Sejauh ini belum ada informasi spesifik mengenai jenis racun yang digunakan,” kata Asafari.
Peracunan telah memicu gelombang kemarahan dan tuntutan tindakan dari pihak berwenang. Para tersangka ditangkap di provinsi Khuzestan, Azerbaijan Barat, Fars, Kermanshah, Khorasan dan Alborz.
Salah satu yang ditangkap diduga menggunakan anak mereka untuk memasukkan bahan racun ke sekolah. Anak pelaku itu kemudian merekam video siswa yang sakit, yang dikirim ke media yang bermusuhan dengan pemerintah. "Tujuannya adalah menciptakan ketakutan dan menutup sekolah," kata pernyataan pemerintah Iran.
Tiga tersangka memiliki catatan kriminal termasuk keterlibatan dalam demonstrasi yang berujung rusuh akibat kematian Mahsa Amini. Wanita berusia 22 tahun asal Kurdi itu ditangkap atas dugaan pelanggaran aturan berpakaian bagi perempuan. Ia meninggal pada 16 September 2022.
Presiden Iran Ebrahim Raisi pekan lalu menugaskan kementerian dalam negeri dan intelijen untuk mengawasi kasus keracunan para siswi. Raisi menjuluki kasus ini sebagai konspirasi musuh untuk menciptakan ketakutan dan keputusasaan di antara rakyat.
“Dalam waktu kurang dari 5 persen siswa yang dipindahkan ke rumah sakit, ditemukan bahan-bahan yang mengiritasi yang menyebabkan kesehatan mereka buruk,” kata kementerian dalam negeri pada hari Senin. “Untungnya, sejauh ini, tidak ada zat beracun atau berbahaya yang ditemukan di salah satu siswa yang dipindahkan ke pusat kesehatan.”
Wakil Menteri Kesehatan Iran Saeed Karimi mengatakan bahwa gejala termasuk iritasi pernapasan, sakit perut, kelemahan dan kelesuan. Iritasi yang dihirup ini belum tentu berupa gas, tetapi bisa dalam bentuk bubuk atau pasta atau bahkan cairan, yang bila dituangkan di atas pemanas atau diuapkan oleh panas dapat menyebabkan komplikasi.
ARAB NEWS | REUTERS
Pilihan Editor: Warga Israel Terbelah Soal Rencana Netanyahu Mereformasi Peradilan