TEMPO.CO, Jakarta - Mencari masa depan yang lebih baik untuk putra difabelnya, mantan pemain hoki nasional Pakistan, Shahida Raza, masuk dalam lingkaran penyelundupan manusia untuk mengeluarkannya dari negeri itu. Hidupnya berakhir di pantai Italia ketika perahu yang membawanya dan ratusan lainnya karam.
Menurut teman dan mantan rekan satu tim, Summaya Kainat, Raza yang berusia 27 tahun meninggalkan rumah di pinggiran Quetta, empat bulan lalu. Ia melintas perbatasan barat daya Pakistan memasuki Iran dan kemudian pergi ke Turki, dengan tujuan akhir mencapai Italia atau Australia untuk mencari suaka di sana.
Raza adalah anggota minoritas Muslim Syiah Hazara, sebuah sekte yang kerap menjadi target kelompok bersenjata, dan memilih mencari suaka karena ia yakin lebih mudah mendapat status pengungsi setelah masuk secara ilegal ke negara-negara itu daripada mendapatkan visa reguler, kata Kainat.
"Ia adalah satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga,” kata Kainat kepada Reuters di rumah keluarga Raza yang sederhana, sementara ibunya yang janda dan adiknya terus menangis di sebuah rumah yang berubah menjadi tempat penghormatan sementara yang dipenuhi piagam-piagam, medali-medali dan trofi-trofi untuk merayakan prestasi olahraganya.
“Ia juga mengatakan kepada saya segera setelah mendapatkan pekerjaan, ia akan membawa anaknya Hasan bersamanya,” kata Kainat, tentang putra Raza yang berusia tiga tahun yang tak dapat berbicara atau bergerak tanpa dibantu.
Ibu Raza dan anggota keluarga lainnya tidak mau diwawancara untuk kisah ini.
Raza adalah salah satu dari dua orang berkebangsaan Pakistan yang dikatakan menteri luar negeri tewas dalam kecelakaan kapal laut itu. Tujuh belas warga Pakistan lainnya diselamatkan, sementara dua orang masih hilang, kata kementerian dalam sebuah pernyataan, Kamis.
Kapal, yang menurut pihak berwenang sedang membawa 200 imigran, karam di laut yang ganas, Minggu dini hari, 26 Februari 2023. Mereka yang berada di kapal sebagian besar dari Afghanistan.