TEMPO.CO, Jakarta - Perang Rusia Ukraina memasuki babak baru. Ketua Komite Militer NATO Rob Bauer baru-baru ini mengatakan bahwa aliansi tersebut siap untuk konfrontasi langsung dengan Rusia di Ukraina. Bauer adalah seorang laksamana di Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Ia mengatakan kepada saluran televisi Portugis, RTP, bahwa NATO berfokus pada persenjataan kembali karena tujuan strategis Presiden Rusia Vladimir Putin melampaui Ukraina dan mungkin dapat diperluas ke negara-negara tetangga.
Baca: Ditolak AS, Ukraina Minta Jet Tempur dari Prancis dan Polandia
Bantuan negara-negara anggota NATO termasuk Amerika Serikat ke Ukraina, seolah tanpa batas. Sejumlah negara mengumumkan akan mengirimkan tank ke Ukraina untuk membantu melawan invasi Rusia. Jerman dan Amerika Serikat adalah dua negara yang akan mengirimkan tank Leopard 2 dan tank Abrams besar-besaran ke Ukraina.
Selain itu Amerika Serikat akan mengirimkan bantuan militer tambahan senilai US$ 3,75 miliar ke Ukraina, yang mencakup 50 Kendaraan Tempur Infanteri Bradley. Bantuan ini menjadikan keseluruhan bantuan keamanan oleh AS ke Ukraina menjadi sekitar US$ 27,2 miliar sejak Putin melancarkan invasinya Februari lalu ke negara tetangganya itu.
Pada Senin, 30 Januari 2023, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg meminta Korea Selatan mempertimbangkan kembali aturannya untuk tidak mengekspor senjata ke negara-negara yang berkonflik. NATO ingin ekspor senjata ini dapat membantu mempersenjatai Ukraina.
“Saya mendesak Republik Korea untuk melanjutkan dan meningkatkan isu khusus dukungan militer,” katanya dalam sesi tanya jawab setelah berpidato di Chey Institute for Advanced Studies di Seoul.
“Beberapa sekutu NATO yang memiliki kebijakan untuk tidak pernah mengekspor senjata ke negara-negara yang berkonflik telah mengubah kebijakan itu sekarang,” kata Stoltenberg. Ia mengacu pada Jerman, Norwegia, dan Swedia yang sedang mengajukan diri menjadi anggota NATO, sebagai negara yang telah mengubah kebijakan ekspor senjata untuk membantu Ukraina.
“Setelah invasi brutal ke Ukraina, negara-negara ini mengubah kebijakan mereka karena menyadari bahwa ketika Anda menghadapi invasi brutal di mana kekuatan besar Rusia menginvasi negara lain dengan cara terang-terangan seperti yang kita lihat di Ukraina. Jika kita percaya pada kebebasan, demokrasi, jika kita tidak ingin otokrasi dan tirani menang, maka mereka membutuhkan senjata," ujarnya.
Bulan lalu, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyatakan bahwa anggota aliansi militer NATO yang memberikan bantuan kepada Ukraina dapat menjadi target militer yang sah. Medvedev kini menjadi wakil ketua Dewan Keamanan Rusia. Ia mempertanyakan apakah pengiriman senjata ke Ukraina oleh negara-negara NATO dapat dianggap sebagai serangan terhadap Rusia.
"Hari ini pertanyaan utama adalah apakah perang hybrida de facto yang diumumkan di negara kita oleh NATO dapat dianggap sebagai masuknya aliansi ke dalam perang dengan Rusia? Apakah mungkin untuk melihat pengiriman sejumlah besar senjata ke Ukraina sebagai serangan ke Rusia?" ujarnya.
Simak: Politisi Prancis Sebut Zelensky Gila Minta Rudal hingga Jet Tempur Barat
NEWSWEEK | CNN