TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, yang dilantik sebagai Presiden Brasil pada Minggu, 1 Desember 2023, tampil menarik. Setelah pengambilan sumpah di Kongres, Lula mengendarai Rolls-Royce atap terbuka ke istana Planalto, di mana dia berjalan menaiki tanjakannya bersama istrinya dan kelompok yang beragam termasuk Raoni Metuktire dari suku Kayapó, seorang anak laki-laki kulit hitam dan seorang pria disabilitas.
Lula, 77 tahun, kemudian mendapat selempang kepresidenan - tindakan simbolis yang sangat besar di Brasil yang berulang kali dikatakan pendahulunya Bolsonaro tidak akan pernah dia lakukan - oleh Aline Sousa, seorang pemulung kulit hitam.
Puluhan ribu orang yang berkumpul untuk merayakan di lapangan terbuka Brasilia bersorak saat Lula menyeka air mata.
Dalam pidato berikutnya, dia berjanji untuk menyatukan negara yang terpolarisasi dan memerintah untuk semua orang Brasil.
"Tidak ada dua Brasil," kata Lula. "Kita adalah satu negara, satu bangsa yang besar."
Lula mengatakan dia akan berhati-hati secara fiskal, tetapi memperjelas bahwa fokus utamanya adalah mengakhiri kelaparan dan mempersempit ketidaksetaraan yang merajalela. Dia juga berjanji meningkatkan hak-hak perempuan, dan menyerang rasisme serta warisan perbudakan Brasil.
"Ini akan menjadi ciri khas pemerintah kita," katanya.
Teman-temannya mengatakan kesadaran sosial Lula yang baru ditemukan adalah hasil dari 580 hari di penjara.
Pelantikan Lula berlangsung di tengah peningkatan keamanan.
Beberapa pendukung Bolsonaro mengklaim pemilihan itu dicurangi dan menyerukan kudeta militer untuk menghentikan Lula kembali menjabat dalam iklim vandalisme dan kekerasan.
Pada malam Natal, seorang pendukung Bolsonaro ditangkap karena membuat bom yang ditemukan di sebuah truk berisi bahan bakar pesawat di pintu masuk bandara Brasilia, dan mengaku berusaha memprovokasi intervensi militer.
Bolsonaro telah melihat dukungannya di antara banyak mantan sekutu menguap karena protes anti-demokrasi.
Pada Sabtu malam, penjabat Presiden Hamilton Mourao, yang merupakan wakil presiden Bolsonaro, mengkritik mantan bosnya karena membiarkan sentimen anti-demokrasi berkembang pasca pemilihan.
"Pemimpin yang seharusnya meyakinkan dan mempersatukan bangsa ... membiarkan protagonisme yang tidak tepat dan merusak untuk menciptakan suasana kekacauan dan disintegrasi sosial," kata Mourao.
Kemenangan Lula menandai kembalinya politik yang menakjubkan, memberinya masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah jeda yang membuatnya menghabiskan satu setengah tahun di balik jeruji besi.
Dalam dua masa jabatan sebelumnya sebagai presiden dari 2003-2010, mantan pemimpin serikat pekerja ini mengangkat jutaan orang Brasil dari kemiskinan selama ledakan komoditas yang menopang perekonomian.
Sekarang, dia menghadapi tantangan berat untuk memperbaiki ekonomi Brasil yang stagnan sekaligus menyatukan negara yang terpecah belah.
REUTERS