TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menekankan pentingnya menghindari segala jenis konfrontasi militer antara kekuatan nuklir. Dia menggarisbawahi, tidak perlunya pertempuran itu bahkan jika hanya melibatkan senjata konvensional.
Baca: Bom Surat di Kedubes Ukraina di Spanyol Meledak, Seorang Pegawai Terluka
"Eskalasi mungkin menjadi tidak terkendali (jika antara pihak kekuatan nuklir tak melakukan ini)," kata Lavrov seperti dikutip TASS, Rabu, November 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah mengeluarkan serangkaian ancaman nuklir terselubung selama perang di Ukraina. Akanan tetapi beberapa pejabat tingginya telah berulang kali menyangkal rencana Moskow untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina dan menuduh Barat meningkatkan taruhan nuklir. Lavrov juga mengatakan Barat mendorong Ukraina untuk terus berperang melawan Rusia.
Negara-negara Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, telah memberikan paket dukungan militer kepada Ukraina untuk mendukung perjuangannya melawan Rusia. Moskow menuding NATO menjadi pihak dalam konflik, meskipun kedua belah pihak telah menekankan pentingnya menghindari konfrontasi langsung.
Ukraina bukan anggota NATO, tetapi berusaha untuk bergabung dengan aliansi militer barat itu, sesuatu yang masih jauh dari prospek. Rusia mengatakan ambisi Ukraina untuk bergabung NATO dan perluasan blok ke arah timur sejak jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 adalah salah satu alasan di balik langkahnya untuk menyerang pada 24 Februari.
Pembicaraan Intelijen Amerika Serikat dan Rusia
Kepala badan intelijen luar negeri Rusia, Sergei Naryshkin, mengakui bahwa ia membahas masalah nuklir dan Ukraina dalam pertemuan dengan Direktur Badan Intelijen AS CIA, William Burns. Dia menyatakan ini dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Rabu, 30 November 2022.
Pemimpin Intelijen Rusia dan Direktur CIA itu bertemu di Turki pada 14 November 2022, dalam kontak tatap muka tingkat tertinggi antara kedua belah pihak sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari.
Rusia sebelumnya tidak mengomentari apa yang dibahas, dengan mengatakan pokok bahasan itu sensitif. Washington mengatakan Burns menyampaikan peringatan tentang konsekuensi penggunaan senjata nuklir oleh Rusia.
Kuasa usaha di kedutaan AS di Moskow, Elizabeth Rood mengatakan kepada kantor berita Rusia RIA minggu ini bahwa Burns "tidak merundingkan apa pun dan dia tidak membahas penyelesaian konflik di Ukraina".
"Bagi saya, saya mengkonfirmasi pernyataan Rood. Selain itu, saya dapat mencatat bahwa kata-kata yang paling sering digunakan pada pertemuan ini adalah 'stabilitas strategis', 'keamanan nuklir', 'Ukraina' dan 'rezim Kyiv'," Naryshkin mengatakan kepada RIA, seperti dikutip Reuters.
Dia juga membenarkan komentar Rood bahwa kedua negara memiliki saluran untuk mengelola risiko dan jika perlu untuk percakapan seperti itu lagi, itu bisa terjadi.
Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari 2022. Negara-negara Barat memperingatkan ancaman nuklir setelah Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan wajib militer, usai kemunduran pasukannya beberapa bulan setelah perang.
Sejak Rusia melancarkan agresi ke Ukraina, Moskow mengatakan hanya melindungi warganya di Donbas. Kremlin kerap menampik tuduhan penggunaan nuklir pada perang Ukraina, kecuali untuk mempertahankan diri.
Kantor Presiden Rusia pada pekan lalu menyatakan bahwa Kyiv dapat "mengakhiri penderitaan" penduduknya dengan memenuhi tuntutan Rusia.
Rusia mencaplok petak timur dan selatan Ukraina pada September lalu. Presiden Vladimir Putin mengatakan tuntutan teritorial Moskow tidak dapat dinegosiasikan.
Zelensky mengatakan dia tidak akan berunding dengan Rusia dan juga menegaskan bahwa integritas teritorial Ukraina tidak dapat dinegosiasikan.
Simak: PBB Upayakan Ekspor Amonia dari Rusia ke Ukraina Dibuka Lagi
REUTERS | TASS