TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas agama Islam Malaysia pada Senin, 31 Oktober 2022, menginterogasi 18 orang yang ditahan selama pesta Halloween yang dihadiri anggota komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) pada akhir pekan lalu.
Baca: Begini Sejarah Festival Halloween Itaewon yang Makan Korban Ratusan Jiwa
Para pegiat hak asasi manusia mengatakan penangkapan terjadi di tengah kekhawatiran mereka atas meningkatnya intoleransi negara terhadap komunitas LGBT di Malaysia dalam beberapa tahun terakhir.
Hubungan sesama jenis ilegal di Malaysia, meskipun jarang terjadi hukuman kepada mereka. Negeri jiran ini memiliki sistem hukum jalur ganda, dengan hukum pidana Islam dan hukum keluarga yang berlaku bagi umat Islam yang berjalan di samping hukum perdata.
Polisi menyatakan 20 orang ditangkap karena pelanggaran hukum Islam selama penggerebekan di sebuah acara di Kuala Lumpur pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Numan Afifi, seorang aktivis hak-hak LGBT yang termasuk di antara mereka yang ditangkap, mengatakan mereka dituduh melanggar hukum Islam tentang cross-dressing, mendorong kemaksiatan, dan tindakan tidak senonoh di tempat umum.
“Mereka (pihak berwenang) mengisolasi para peserta muslim dan mengidentifikasi siapa saja yang tidak berpakaian sesuai dengan jenis kelaminnya,” kata Numan kepada Reuters.
“Tapi tentu saja ini Halloween, orang-orang memakai kostum, jadi tidak semuanya cross-dressing.”
Sebanyak 18 dari mereka yang ditangkap diinterogasi oleh petugas agama pada hari Senin sebelum diminta kembali untuk penyelidikan lebih lanjut di kemudian hari. “Ini penindasan negara yang keterlaluan,” ujar dia.
Departemen Agama Islam Wilayah Federal tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Anggota parlemen dari partai oposisi Charles Santiago mengecam penangkapan itu. Ia menyebutkan serangan itu sebagai pelecehan terhadap komunitas yang terpinggirkan.
“Persekusi yang ditargetkan terhadap komunitas LGBTQ+ ini berpotensi memicu kejahatan kebencian. Saya mendesak pihak berwenang berhenti memburu mereka seolah-olah mereka adalah penjahat,” katanya melalui Twitter.
Human Rights Watch yang berbasis di New York menyatakan dalam laporan setebal 71 halaman pada Agustus lalu bahwa pejabat pemerintah telah mendorong iklim yang tidak bersahabat di Malaysia melalui penggunaan hukuman pidana dan program yang bertujuan "menyembuhkan" orang-orang LGBT.
Baca: Dituding PHK Bos Twitter untuk Hindari Pembagian Saham, Ini Kata Musk
REUTERS