TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya sembilan orang tewas setelah Topan Sitrang menghantam pantai selatan Bangladesh, memutus komunikasi dan jaringan listrik, serta menghancurkan rumah-rumah.
Baca: Inggris Didera Krisis Parah, Apa Strategi Perdana Menteri Baru Rishi Sunak?
“Sembilan orang tewas, sebagian besar karena pohon tumbang, termasuk tiga dari satu keluarga di (distrik timur) Cumilla,” kata seorang pejabat pemerintah, Jebun Nahar, seperti dilansir Al Jazeera, Selasa, 25 Oktober 2022.
Topan Sitrang—yang setara dengan badai di Atlantik atau topan di Pasifik barat—sampai di Bangladesh selatan pada Senin malam, 24 Oktober 2022. Pihak berwenang sempat menyelamatkan sekitar satu juta orang sebelum topan menerjang.
Topan itu menerjang dari Teluk Benggala pada Senin pagi dengan angin berembus hingga 88 km/jam dan gelombang badai sekitar tiga meter yang membanjiri daerah pesisir dataran rendah.
Sebagian besar sambungan listrik dan telepon terputus dan daerah pesisir menjadi gelap gulita.
“Mengerikan, sepertinya laut akan datang menangkap kita,” Mizanur Rahman, seorang penduduk distrik Bhola, mengatakan kepada Reuters setelah komunikasi dipulihkan di lingkungannya. “Kami menghabiskan malam tanpa tidur, yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa.”
Sekretaris Kementerian Penanggulangan Bencana Kamrul Ahsan mengatakan orang-orang yang dievakuasi dari daerah dataran rendah seperti pulau-pulau terpencil dan bantaran sungai dipindahkan ke ribuan tempat perlindungan bertingkat. “Mereka menghabiskan malam di tempat perlindungan topan,” ujar dia.
Hujan lebat melanda sebagian besar Bangladesh, membanjiri kota-kota seperti ibu kota Dhaka, Khulna, dan Barisal dengan curah hujan 324 milimeter pada hari Senin.
Tidak ada kerusakan besar yang dilaporkan di kamp-kamp pengungsi yang padat di Bangladesh tenggara yang dihuni lebih dari satu juta pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar.
Sekitar 33 ribu pengungsi Rohingya, yang secara kontroversial dipindahkan dari daratan ke pulau rawan badai di Teluk Benggala, diperintahkan untuk tinggal di dalam rumah dan tidak ada laporan mengenai korban atau kerusakan.
Asia Selatan telah mengalami peningkatan cuaca ekstrem dalam beberapa tahun terakhir yang menyebabkan kerusakan skala besar. Menurut para pemerhati lingkungan, topan, meski teratur, semakin intens dan sering terjadi karena perubahan iklim.
Direktur ActionAid Bangladesh, Farah Kabir, mengatakan pada 2022 telah terjadi keadaan darurat iklim seperti banjir dan kekeringan dalam skala yang belum pernah disaksikan sebelumnya. “Krisis iklim berkembang dan di sini, di Bangladesh, kami merasakan keganasannya,” kata dia.
Studi Institut Bank Dunia pada 2015 memperkirakan sekitar 3,5 juta orang di Bangladesh berisiko mengalami banjir sungai setiap tahun.
Baca: Penembakan Massal di SMA St Louis Missouri AS, 3 Tewas Termasuk Pelaku
REUTERS | AL JAZEERA