TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 50 warga sipil tewas dalam operasi militer yang dilakukan oleh tentara Mali dan "pasukan asing" pada 19 April 2022, kata PBB dalam sebuah laporan yang diterbitkan Rabu, 31 Agustus 2022.
PBB berulang kali menuduh tentara Mali mengeksekusi warga sipil dan tersangka militan selama satu dekade melawan kelompok-kelompok yang terkait dengan Al Qaeda dan Negara Islam IS.
Pemerintah militer Mali, yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta tahun 2020, memerangi gerilyawan Islam dengan bantuan tentara bayaran dari Grup Wagner Rusia.
Pembantaian April yang diduga terjadi pada hari pasar di kotamadya Hombori, di wilayah tengah Douentza, setelah konvoi militer Mali menabrak alat peledak rakitan.
Para korban pembantaian termasuk seorang wanita dan seorang anak, kata misi penjaga perdamaian PBB MINUSMA dalam laporan triwulanan tentang pelanggaran hak asasi manusia di negara Afrika Barat yang dilanda pemberontakan.
Laporan tidak merinci kewarganegaraan personel militer asing yang menyertai pasukan lokal.
Sekitar 500 orang ditahan selama operasi militer yang dipicu oleh ledakan itu, tetapi sebagian besar kemudian dibebaskan. Beberapa hari kemudian, seorang tentara Mali diduga mengeksekusi 20 dari 27 warga sipil yang masih ditahan di kamp militer di Hombori, menurut PBB.
Pihak berwenang sebelumnya membantah tuduhan bahwa tentara menyiksa warga sipil yang ditahan di Hombori, kata laporan itu.
Dalam laporan tersebut, MINUSMA mendokumentasikan 317 kematian warga sipil antara 1 April dan 30 Juni, 42 persen lebih rendah dari 543 yang tercatat selama kuartal pertama 2022.
Militer Mali dalam beberapa kasus mengakui pasukannya terlibat dalam eksekusi dan pelanggaran lainnya. Tetapi hanya sedikit tentara yang menghadapi tuntutan pidana.
Pihak berwenang melarang penyelidik PBB di tempat pasukan Mali dan tersangka tentara bayaran Rusia diduga mengeksekusi sekitar 300 pria sipil selama operasi militer pada bulan Maret.
Baik Mali dan Rusia sebelumnya mengatakan kelompok Wagner tidak terdiri dari tentara bayaran tetapi pelatih yang membantu pasukan lokal dengan peralatan yang dibeli dari Rusia.
Reuters