TEMPO.CO, Jakarta -Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi pada Selasa, 30 Agustus 2022, menyatakan bahwa dia akan mengosongkan jabatannya, jika situasi politik yang rumit di negara itu berlanjut. Pernyataan ini muncul setelah bentrokan maut di Baghdad menyusul pengumuman Ulama Syiah Moqtada al-Sadr mundur dari politik.
Pada Senin, 29 Agustus 2022, al-Kadhimi menangguhkan sesi kabinet tanpa batas waktu yang ditentukan, setelah pengunjuk rasa masuk ke kantor pemerintah.
Moqtada al-Sadr sebenarnya sudah memerintahkan pengikutnya untuk mengakhiri protes mereka di Baghdad pada Selasa, 30 Agustus 2022. Sadr, yang punya pengaruh politik kuat di Irak, mengutuk pertempuran itu dan memberi waktu satu jam kepada para pengikutnya untuk membubarkan diri.
Dia meminta maaf setelah 22 orang tewas dalam kerusuhan mencekam antara kelompok bersenjata yang setia kepadanya dan faksi-faksi Syiah di Irak proksi Iran. "Ini bukan revolusi karena telah kehilangan karakter damainya. Menumpahkan darah Irak itu haram," kata Sadr dalam pidato yang disiarkan televisi, dilansir Reuters.
Batas waktu yang terhitung sekitar pukul 2 siang waktu setempat, menunjukkan para pengikut Sadr meninggalkan daerah di Zona Hijau. Wilayah itu merupakan komplek kantor pemerintah dan kedutaan asing.
Presiden Irak Barham Salih menyambut baik penghentian awal kekerasan setelah pidato Sadr. Akan tetapi ia memperingatkan bahwa krisis politik belum berakhir dan menyerukan pemilihan awal, seperti tuntutan Sadr, sebagai jalan keluar potensial dari kebuntuan.
Menurut Salih, yang terpenting, lawan Sadr yang bersekutu dengan Iran menyambut seruannya untuk tenang, termasuk Hadi al-Amiri, pemimpin aliansi politik saingan utamanya. "Inisiatif Sadr berani dan pantas dipuji," kata Amiri dalam sebuah pernyataan.
Bentrokan Senin lalu antar kelompok Syiah Irak menyusul 10 bulan kebuntuan politik sejak pemilihan parlemen Irak Oktober. Pendukung Sadr telah menduduki parlemen selama berminggu-minggu.
Politik Sadr memposisikan dirinya sebagai nasionalis yang menentang semua pengaruh asing, terutama Iran. Loyalis Sadr kelompok-kelompok politik dan bersenjata yang didukung oleh Iran.
Sadr muncul sebagai pemenang utama dalam pemilu Irak tahun lalu. Akan tetapi dia gagal membentuk koalisi pemerintahan dengan partai-partai Arab Muslim Sunni dan Kurdi, tanpa kelompok-kelompok Syiah yang didukung Iran.
Sadr mengumumkan untuk menarik diri dari semua aktivitas politik pada Minggu, 28 Agustus 2022. Keputusan dia ambil atas kegagalan para pemimpin dan partai Syiah saingannya untuk mereformasi sistem pemerintahan Irak yang korup dan membusuk.
Baca juga:Ketegangan di Irak Memuncak: Iran Tutup Perbatasan, Kuwait Panggil Pulang Warganya
REUTERS