TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba meminta agar negara-negara di Asia, khususnya kawasan tenggara dan selatan, mengecam invasi Rusia ke negaranya. Sebab menurutnya, netralitas dalam konflik ini merupakan sebuah kemunafikan.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Moskow mengatakan apa yang dilancarkannya itu sebagai sebuah operasi militer untuk denazifikasi dan demiliterisasi Ukraina.
Seorang prajurit Ukraina memberi isyarat pada sebuah tank, saat ditarik oleh truk militer di dekat Bakhmut, saat invasi Rusia ke Ukraina berlanjut, di wilayah Donetsk, Ukraina 15 Agustus 2022. REUTERS/Nacho Doce
Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, sudah mengecam Kremlin dengan menjatuhkan sanksi ekonomi dan mengirim bantuan senjata ke Ukraina. Sedangkan sebagian besar negara di Asia selatan dan tenggara memilih sikap netral untuk tidak mengutuk demi menjaga relasi dengan Moskow. Indonesia dan India, termasuk negara yang tidak mengecam invasi Rusia.
"Apakah Anda netral terhadap hak Rusia untuk melanggar perbatasan negara berdaulat? Apakah Anda netral terhadap negara lain di dunia yang melakukan kejahatan agresi terhadap tetangganya?" kata Kuleba saat jumpa pers virtual bersama wartawan Asia, Rabu, 17 Agustus 2022.
Menurut Kuleba, netralitas adalah kemunafikan. Setiap pemimpin dan setiap politikus di seluruh bagian dunia, termasuk Asia, harus ingat tentang itu (kemunafikan).
Kuleba mengingatkan perang Ukraina ini berdampak pada skala global, bukan hanya kepada negaranya saja. Dia menyoroti krisis pangan dan ketersediaan energi sebagai implikasi invasi Rusia.
Para pemimpin di kawasan Asia, baginya tidak perlu khawatir dengan Moskow. Sebab Ukraina pun sampai sekarang masih bertahan sebagai contohnya.
"Satu-satunya alasan mengapa semua ini terjadi, (kami masih bertahan) adalah karena kami tidak takut dengan Rusia. Jangan takut pada mereka. Ini adalah cara terbaik untuk melindungi kepentingan nasional Anda," ujar Kuleba.
Memasuki bulan keenam perang Ukraina, Rusia belum berhasil menjatuhkan pemerintahan Kyiv dan masih menggempur negara tetangganya itu, yang sama-sama bekas anggota Uni Soviet. Pertempuran khususnya masih berlangsung di wilayah timur, Donbas.
Pangkalan militer Rusia yang diserang di Krimea pun menjadi medan pertempuran. PBB baru-baru ini juga memantau perang Ukraina di pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia.
Baca juga : Separatis Ukraina Ajak Kerja Sama Kim Jong Un
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.