TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Sierra Leone Julius Maada Bio pada Jumat, 12 Agustus 2022, menuding kalau sejumlah unjuk rasa anti-pemerintah pada pekan ini ditujukan sebagai upaya untuk mendongkel pemerintahannya. Unjuk rasa di Sierra Leone telah menewaskan enam aparat kepolisian dan setidaknya 21 warga sipil.
“Ini bukan sebuah unjuk rasa karena tingginya biaya hidup akibat krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Nyanyian para pemberontak adalah ingin menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis,” kata Maada Bio.
Sierra Leone Terapkan Karantina Tiga Hari
Sebelumnya pada Rabu, 10 Agustus 2022, aparat kepolisian Sierra Leone melepaskan tembakan gas air mata dan sejumlah tembakan dengan senjata api untuk membubarkan demonstran yang melempari mereka dengan batu dan membakar ban-ban di jantung kota Freetown. Unjuk rasa juga terjadi di sejumlah kota yang dikuasai kubu oposisi di wilayah utara Sierra Leone.
Beberapa warga Sierra Leone mengatakan kepada Reuters unjuk rasa yang mereka lakukan dipicu oleh rasa frustrasi karena kondisi ekonomi memburuk dan kegagalan pemerintah karena tak bisa meredam dampak dari kenaikan harga-harga.
Inflasi di Sierra Leone pada Juni 2022 hampir 28 persen. Kondisi ini telah menjadi beban bagi warga Sierra Leone yang berdasarkan data Bank Dunia kalau sebagian besar dari total populasi 8 juta jiwa, hidup dalam garis kemiskinan.
“Lihatlah bagaimana harga bahan bakar naik. Harga beras juga selalu mengalami kenaikan. Kami tidak bisa lagi hidup seperti beberapa tahun lalu,” kata Solomon Forna, 42 than, sopir yang tinggal di wilayah timur Kota Freetown, Sierra Leone.
Forna memutuskan ikut berunjuk rasa setelah mendengar gaduh di kampung tetangga pada Rabu, 10 Agustus 2022. Dia ikut masuk dalam barisan pengunjuk rasa, meneriakkan agar Presiden Maada Bio angkat kaki hingga aparat kepolisian turun tangan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Demo di Somaliland Tuntut Pilpres Tak Ditunda Ricuh, 5 Tewas dan 100 Cedera
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.