TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan menyatakkan tak memberi hak istimewa atau kekebalan terhadap eks Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa. Ia mendarat di Singapura pada 14 Juli, sehari setelah melarikan diri dari negaranya yang dilanda krisis.
"Secara umum, Singapura tidak memberikan hak istimewa, kekebalan, dan keramahan kepada mantan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan. Mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa tidak diberikan hak, kekebalan, atau keramahan apa pun," kata Balakrishnan.
Gotabaya Rajapaksa melarikan diri pada 13 Juli 2022 di tengah aksi massa besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya. Ia dituduh bersalah karena menyebabkan krisis ekonomi di Sri Lanka bertambah parah.
Ia mendapat izin tinggal selama 14 hari di Singapura. Setelah izin tersebut habis masa berlakunya, Singapura kembali memperpanjang selama dua pekan.
Presiden Ranil Wickremesinghe menyatakan Gotabaya Rajapaksa tidak akan kembali ke Sri Lanka dari Singapura dalam waktu dekat. Ranil menilai kepulangan eks Presiden Sri Lanka itu dapat mengobarkan ketegangan politik.
"Saya tidak percaya ini saatnya dia kembali," kata Wickremesinghe dalam sebuah wawancara dengan Wall Street Journal, dilansir Reuters, Senin, 1 Agustus 2022. "Saya tidak punya indikasi dia akan segera kembali."
Tak lama setelah Gotabaya mundur, Wickremesinghe memenangkan pemungutan suara di parlemen untuk menjadi presiden baru. Setelah menjabat, Wickremesinghe tetap berhubungan dengan Rajapaksa untuk menangani masalah serah terima administrasi dan urusan pemerintah lainnya.
Baca: Presiden Sri Lanka Tak Ingin Gotabaya Rajapaksa Pulang ke Negaranya, Kenapa?
NDTV | REUTERS