TEMPO.CO, Jakarta - Warga di Provinsi Xinjiang, Cina pada Sabtu, 23 Juli 2022, mendapat peringatan kalau wilayah Xinjiang akan menghadapi lebih banyak banjir dan tanah longsor. Kondisi ini bisa berisiko bagi pertanian menyusul gelombang panas melanda hampir seluruh wilayah Xinjiang.
Gelombang panas telah membuat glasial mencair lebih cepat dan menimbulkan bahaya bagi produksi kapas Cina.
Suhu musim panas di Cina sejak Juni 2022 di atas normal hingga warga terasa dipanggang. Sejumlah ahli prakiraan cuaca menyalah kondisi ini gara-gara perubahan iklim.
Ilustrasi gelombang panas ekstrem.[Khaleej Times/REUTERS]
Suhu panas yang ekstrim telah mendorong naiknya permintaan listrik agar rumah, kantor dan pabrik tetap sejuk. Di sektor pertanian, kekeringan telah menimbulkan waswas.
Chen Chunyan, Kepala Xinjiang Meteorological Observatory, mengatakan gelombang panas di Xinjiang sudah berlangsung cukup lama dan menyebar. Cuaca ekstrim di selatan dan timur Xinjiang dua kali lipat dibanding gelombang panas di Prancis, yang sudah berlangsung selama 10 hari.
Biro meteorology Xinjiang pada Sabtu, 23 Juli 2022, memberikan tanda bendera merah untuk wilayah Xinjiang, yang artinya gelombang panas tertinggi atau level tiga. Suhu di Kashgar, Hotan, Aksu, dan Bazhou diperkirakan bisa melampaui 40 derajat celcius dalam 24 jam ke depan.
“Suhu panas akan berlanjut menyusul mencairnya glasier di area-area pegunungan sehingga menyebabkan bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor dan lumpur di sejumlah tempat,” kata Chen.
Sehari sebelumnya, Badan Meteorologi Cina mengatakan mencairnya glasier di Xinjiang menimbulkan risiko dam di anak sungai Aksu, gagal mencegah bencana. Sungai Aksu terletak di perbatasan Cina dengan Kyrgystan.
Sumber: Reuters
Baca juga: Amerika Serikat Menghadapi Gelombang Panas
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.