TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Malaysia Hamzah Zainudin menanggapi laporan kematian WNI di tahanan imigrasi Sabah, dengan mengatakan bahwa orang tidak boleh terlalu cepat menuding pihak berwenang.
Sebelumnya, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melaporkan bahwa 149 WNI meninggal saat berada di lima Rumah Tahanan Imigrasi di Sabah selama periode 18 bulan, antara 2021 dan 2022.
“Jika kita menahan seseorang, itu berarti mereka telah melakukan kejahatan. Ketika seseorang melakukan kejahatan, mereka harus melalui proses hukum yang ada,” katanya dalam sebuah acara di Putrajaya seperti dikutip dailyexpress.com.my, Selasa, 28 Juni 2022.
“Jika kita menahan seseorang yang melakukan kejahatan dan kita menempatkan mereka di depot, dan kemudian mereka mati, siapa yang harus kita salahkan?”
Hal itu disampaikan Hamzah saat dimintai komentar terkait laporan kematian di rumah detensi imigrasi di Sabah.
“Jika saya tahu seseorang akan mati dan (oleh karena itu) tidak boleh ditempatkan di depo (imigrasi), saya hebat sekali,” katanya.
“Kadang-kadang orang mati bahkan saat berjalan… Mereka bahkan tidak harus berada di depo. Jadi, ini seharusnya tidak menjadi masalah.”
LSM Indonesia, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB), merilis laporan yang menyatakan bahwa Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta mencatat 149 WNI meninggal saat berada di lima Rutan Sabah selama periode 18 bulan, antara 2021 dan 2022.
Laporan tersebut juga menyalahkan kondisi buruk di pusat-pusat penahanan imigrasi untuk kesehatan para tahanan, dengan KBMB juga mengklaim bahwa para tahanan tidak dirujuk ke rumah sakit ketika mereka sakit.
Departemen Imigrasi adalah lembaga di bawah Kementerian Dalam Negeri Malaysia.
Laporan kematian pekerja migran Indonesia ini mendapat tanggapan dari anggota Komisi I DPR RI Sukamta, yang meminta pemerintah memberikan perhatian ekstra untuk mengungkap kebenarannya.
"Saya minta Kemenlu untuk segera menindaklanjuti temuan ini, apalagi juga muncul kabar adanya penyiksaan yang selama ini dialami tahanan WNI di sana," ujar Sukamta dalam keterangan tertulis di Jakarta, seperti dikutip Antara.
Adanya informasi yang beredar di beberapa media massa bahwa kejadian penyiksaan WNI telah berlangsung bertahun-tahun, menurut Sukamta juga perlu diungkap secara menyeluruh.
Untuk mengoptimalkan proses penyidikan, ia mengusulkan dibentuk tim adhoc yang terdiri dari Kemenlu, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), interpol Indonesia, juga melibatkan perwakilan dari organisasi pekerja migran.
"Saya berharap kasus ini bisa segera diungkap, karena sangat ironis jika temuan ini betul terjadi," kata Sukamta.
Ia mengatakan pemerintah juga perlu segera membuat langkah dan kebijakan yang tegas agar tidak terulang kejadian yang sama di masa depan.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan telah mempelajari laporan dari Koalisi Buruh Migran Berdaulat itu. Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa seluruh data tersebut akan ditelusuri dan dimintakan penjelasan dari otoritas di Malaysia.
Kemlu menilai serius laporan berjudul “Seperti di Neraka: Kondisi di Pusat Tahanan Imigrasi di Sabah, Malaysia" itu.
Kemlu akan menghubungi KBMB untuk memperoleh data rinci WNI atau pekerja migran Indonesia yang dinyatakan meninggal di rumah tahanan imigrasi di Sabah serta data para deportan yang mengalami penganiayaan selama berada di Depot Tahanan Imigresen (DTI) di Sabah.
“Perwakilan RI di Sabah yaitu KJRI Kota Kinabalu dan KRI Tawau akan bertemu Pengarah Jabatan Imigresen Negeri Sabah pada hari ini. Pertemuan dimaksudkan untuk meminta keterangan dan kejelasan atas temuan KBMB, sebagai upaya Pemerintah Indonesia dalam melindungi WNI atau pekerja migran Indonesia di wilayah Sabah," ujar Judha.
Ia mengatakan Pemerintah Indonesia juga akan mengambil langkah lanjutan secara bilateral jika data tersebut terkonfirmasi.